“Kita bisa lihat di tahun 2019 misalnya realisasi belanjanya mencapai 89,53 persen, lalu tahun 2020 itu tertinggi sampai di angka 94,90 persen, turun lagi pada tahun 2021 di akhir masa transisi menjadi 77,96 persen lalu 2022 hanya naik sedikit menjadi 82,94 persen,” tandasnya.
Meski begitu, hal yang harus dipikirkan oleh Pemprov Banten adalah upaya memaksimalkan realisasi penyerapan belanja daerah. Pasalnya, hal itu lah yang justru manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Yang dibutuhkan rakyat adalah realisasi penggunaan anggaran agar segera dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, bukan sekedar retorika kata-kata, silahkan buktikan kita tunggu hasilnya di akhir tahun nanti,” pungkasnya.
Sebelumnya, terkait dengan serapan anggaran belanja daerah, Pj Gubernur Banten Al Muktabar menyebutkan bahwa serapan anggaran belanja daerah Provinsi Banten sudah mencapai di kisaran angka 32 persen.
Bahkan menurutnya dengan capaian itu, upaya Pemprov Banten patut untuk diapresiasi lantaran mampu masuk ke dalam lima besar sebagai daerah dengan serapan anggarannya tertinggi se nasional.
”Serapan anggaran ada kan 32 persen. Kita (penyerapan anggaran) di atas nasional ya. Jadi nasional itu rata-rata 30 berapa gitu ya, kita masuk lima besar lah. Kalau tidak salah kemarin sempat terlempar ke nomor 12, kalau tidak salah saya cek,” terangnya pada Senin (3/7) kemarin.
Kemudian menjawab tudingan terkait realisasi pendapatan yang dianggap masih rendah, Al Muktabar menjelaskan, justru hasil yang saat ini berhasil diraih sudah cukup baik.
“Begitu juga pendapatan. Pendapatan juga space nya bagus di 8 persen sampai 10 persen. Jadi kalau belanjanya lebih banyak dari pendapatan kan nanti malah dibilangin ngutang lagi,”
“Jadi kan harus kita jaga itu kedekatan antara pendapatan dan pembelanjaan. Dan pendapatan harus lebih tinggi, kita kalau tidak salah kemarin itu di 8 persen kalau tidak salah ya, kurang lebih gitu ya jaraknya dan itu ideal sampai 10 persen,” tandasnya.(MG-01/PBN)
Discussion about this post