Akan tetapi pada hari sebelumnya yakni Rabu (22/6), manajer loket yang bertugas pada saat itu menyatakan bahwa sampai saat ini, belum ada surat yang masuk dari PT PKP, terkait dengan perpanjangan sertifikat HGB. Akan tetapi, ia tidak bisa memberikan informasi lebih, karena terbatas kewenangan.
Untuk diketahui, PT PKP dalam melakukan pengusahaan wisata Pulau Sangiang, juga mengantongi beberapa berkas perizinan. Diantaranya yakni Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang No: 648/1795/TIB tanggal 1 Juli 1994 perihal Persetujuan prinsip pembangunan hotel, cottages dan jasa rekreasi (lapangan Golf, taman wisata alam) serta pembangunan perumahan seluas 780 hektare dan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Serang Nomor: 460 ––SK – 1994 Tanggal 19 Juli 1994 tentang Perubahan Ijin Lokasi Untuk Keperluan Pembangunan Jasa Akomodasi (Hotel) Jasa Rekreasi dan Hiburan, Lapangan Golf dan Taman Wisata Alam serta Pembangunan Rumah Peristirahatan (Villa) seluas 7.800.000 meter persegi.
Berdasarkan pantauan citra satelit, video internal PT PKP dan penuturan masyarakat, dari perencanaan pembangunan yang hendak dilakukan oleh PT PKP melalui persetujuan prinsip dan izin lokasi tersebut, yang terealisasi hanyalah pembangunan rumah peristirahatan saja. Itu pun hanya terdapat empat cottages di tepi laut, dan bangunan lainnya di lahan HGB 22. Sementara seperti lapangan golf dan lain-lainnya, tidak terbangun hingga saat ini. Bahkan, HGB 24 yang memiliki luas terbesar, tidak tersentuh pembangunan bangunan apapun.
Praktisi hukum sekaligus akademisi Universitas Bina Bangsa (Uniba), Wahyudi, kepada BANPOS mengatakan bahwa akar dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan hak-hak lainnya dalam penguasaan dan pengelolaan tanah, mengacu pada Undang-undang Pokok Agraria. Salah satu aturan turunan dari Undang-undang tersebut ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
“Pada PP tersebut sudah ditegaskan pada Pasal 7 ayat (3), ketika si pemegang HGB tidak melakukan pembangunan sesuai dengan apa yang direncanakan selama dua tahun, sudah layak dicabut itu seharusnya, karena terlantar. Artinya ketika pengajuan itu mau buat resort, lapangan golf, taman dan lain sebagainya, ketika tidak dilakukan maka berdasarkan PP tersebut maka sudah layak dicabut,” ujarnya.
Discussion about this post