Heldy mengatakan bahwa hiperinflasi ternyata juga mempengaruhi arus investasi, di mana negara-negara di dunia, termasuk AS membuat kebijakan-kebijakan untuk menekan inflasi.
“Bagaimana negara-negara lain pada saat mereka me-recover negaranya itu mereka membuat policy-policy untuk mengejar investasi juga. Jadi, investasi itu tidak hanya dikejar oleh negara-negara berkembang tetapi negara-negara maju pun sekarang mereka berlomba mengejar investasi ke negara mereka,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menampilkan data mengenai pertumbuhan investasi di Indonesia pada saat COVID-19.
“Jadi, pada saat COVID-19, FDI-nya minus tetapi domestiknya kita cukup baik sehingga secara total kita bisa menjaga pertumbuhan positif 2,1 persen,” kata dia.
Kemudian pada 2021, pertumbuhan investasi meningkat menjadi 9 persen dan pada 2022 meningkat signifikan menjadi 34 persen.
“Jadi mereka (investor) yang menunda, masuk di 2022 kemarin, yang memang sebelumnya mereka sudah punya rencana tetapi karena COVID-19 bukan hanya mereka masalah ekonominya tetapi pergerakan manusia pada saat COVID-19 juga kan terhambat sehingga mereka tidak masuk ke negara kita, bahkan mereka tidak bisa keluar dari negara mereka seperti Tiongkok,” tandasnya. (MUF/ANT)
Discussion about this post