SERANG, BANPOS – Isu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal penentuan Calon Legislatif (Caleg) dengan cara proporsional tertutup, menuai banyak penolakan dari berbagai pihak, tak terkecuali dari Wakil Ketua MPR RI dan Bacaleg yang akan bertarung dalam pemilu nanti.
Ditemui usai menghadiri acara di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto mengatakan, dirinya lebih berpihak pada sistem penentuan caleg dengan cara proporsional terbuka.
Karena menurutnya, apabila peraturan sistem proporsional tertutup itu benar-benar sahkan dan kemudian dilaksanakan, maka hal itu justru akan mencederai hak warga negara dalam menentukan wakilnya di kursi legislatif.
Bukan hanya mencederai hak warga negara dalam menentukan wakilnya, sistem tersebut juga nyatanya, menurut Yandri, akan menutup peluang bagi masyarakat untuk dapat mencalonkan dirinya sebagai Calon Legislatif. Dan hal itu tentu mencederai prinsip demokrasi.
Oleh karenanya Yandir meminta kepada MK untuk tetap konsisten terhadap keputusannya yang terbit pada tahun 2008 tentang proporsional terbuka.
”Kalau sistem pemilu kita minta MK konsisten untuk mempertahankan putusan tahun 2008 yaitu Proporsional Terbuka karena menyangkut hak memilih dan dipilih. Jadi kalau tertutup tentu hak bagi warga negara yang mencaleg itu kehilangan hak untuk dipilih,” katanya pada Selasa (30/5).
Kemudian Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu pun mengingatkan kepada MK untuk tidak mematikan demokrasi di Indonesia, hanya karena salah mengambil langkah dalam memutuskan sebuah aturan terkait pemilihan di Pemilu nanti.
”Jadi saya berharap MK tetap dengan komitmennya untuk mengawal demokrasi kita, bukan mematikan demokrasi kita,” tegasnya.
Tidak berhenti sampai di situ, Yandri menilai jika MK sejatinya tidak memiliki kaitan dengan penentuan sistem apa yang seharusnya dianut oleh Indonesia terkait penentuan calon legislatif. Karena bagi Yandri tugas membuat aturan itu ranahnya legislatif, bukan MK.
Tugas MK bagi Yandri hanyalah memastikan bahwa aturan yang disusun oleh legislatif tidak bertentangan dengan dasar negara seperti Undang-Undang 1945 dan Pancasila.
”Dia menguji undang-undang apakah bertolak belakang dengan Undang-Undang Dasar 45. Dia tidak boleh membuat norma, tidak membuat frasa seperti undang-undang, tidak boleh. Nah jangan sampai sekali lagi, MK itu tugasnya seperti anggota di Komisi II DPR RI itu yang kita tidak mau kan?,” terangnya.
Tidak hanya Wakil Ketua MPR RI, penolakan sistem proporsional tertutup juga datang dari Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) Kota Serang dari Partai NasDem Wibowo Sangkala.
Sependapat dengan yang disampaikan oleh Yandri Susanto, Wibowo Sangkala juga menilai jika MK memutuskan bahwa penentuan caleg dengan cara sistem proporsional tertutup, maka akan mencederai hati masyarakat.
Lebih jauh lagi, Wibowo menambahkan, bukan tidak mungkin nantinya MK akan menuai banyak hujatan dari masyarakat luas.
”Sehingga kalau MK memutuskan proporsional tertutup itu artinya MK mencederai hati masyarakat. Artinya, MK akan mendapat hujatan dari ribuan bahkan jutaan masyarakat Indonesia yang terlalu berani mengambil resiko untuk memutuskan proporsional tertutup,” tuturnya.
Tidak hanya itu menurut Wibowo, alih-alih mampu meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap dewan yang dipilih, proporsional tertutup justru malah akan menimbulkan dampak sebaliknya.
”Sehingga masyarakat tidak tahu siapa wakilnya yang ada di parlemen. Dan sesungguhnya siapapun orang yang ditunjuk oleh partai untuk duduk, artinya partai akan menentukan siapa orang yang akan duduk, siapapun orangnya yang duduk di parlemen, ke semuanya tidak ada kewajiban untuk membela rakyat,” tegasnya.(MG-01/PBN)
Ditemui usai menghadiri acara di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Wakil Ketua MPR, Yandri Susanto mengatakan, dirinya lebih berpihak pada sistem penentuan caleg dengan cara proporsional terbuka.
Karena menurutnya, apabila peraturan sistem proporsional tertutup itu benar-benar sahkan dan kemudian dilaksanakan, maka hal itu justru akan mencederai hak warga negara dalam menentukan wakilnya di kursi legislatif.
Bukan hanya mencederai hak warga negara dalam menentukan wakilnya, sistem tersebut juga nyatanya, menurut Yandri, akan menutup peluang bagi masyarakat untuk dapat mencalonkan dirinya sebagai Calon Legislatif. Dan hal itu tentu mencederai prinsip demokrasi.
Oleh karenanya Yandir meminta kepada MK untuk tetap konsisten terhadap keputusannya yang terbit pada tahun 2008 tentang proporsional terbuka.
”Kalau sistem pemilu kita minta MK konsisten untuk mempertahankan putusan tahun 2008 yaitu Proporsional Terbuka karena menyangkut hak memilih dan dipilih. Jadi kalau tertutup tentu hak bagi warga negara yang mencaleg itu kehilangan hak untuk dipilih,” katanya pada Selasa (30/5).
Kemudian Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu pun mengingatkan kepada MK untuk tidak mematikan demokrasi di Indonesia, hanya karena salah mengambil langkah dalam memutuskan sebuah aturan terkait pemilihan di Pemilu nanti.
”Jadi saya berharap MK tetap dengan komitmennya untuk mengawal demokrasi kita, bukan mematikan demokrasi kita,” tegasnya.
Tidak berhenti sampai di situ, Yandri menilai jika MK sejatinya tidak memiliki kaitan dengan penentuan sistem apa yang seharusnya dianut oleh Indonesia terkait penentuan calon legislatif. Karena bagi Yandri tugas membuat aturan itu ranahnya legislatif, bukan MK.
Tugas MK bagi Yandri hanyalah memastikan bahwa aturan yang disusun oleh legislatif tidak bertentangan dengan dasar negara seperti Undang-Undang 1945 dan Pancasila.
”Dia menguji undang-undang apakah bertolak belakang dengan Undang-Undang Dasar 45. Dia tidak boleh membuat norma, tidak membuat frasa seperti undang-undang, tidak boleh. Nah jangan sampai sekali lagi, MK itu tugasnya seperti anggota di Komisi II DPR RI itu yang kita tidak mau kan?,” terangnya.
Tidak hanya Wakil Ketua MPR RI, penolakan sistem proporsional tertutup juga datang dari Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) Kota Serang dari Partai NasDem Wibowo Sangkala.
Sependapat dengan yang disampaikan oleh Yandri Susanto, Wibowo Sangkala juga menilai jika MK memutuskan bahwa penentuan caleg dengan cara sistem proporsional tertutup, maka akan mencederai hati masyarakat.
Lebih jauh lagi, Wibowo menambahkan, bukan tidak mungkin nantinya MK akan menuai banyak hujatan dari masyarakat luas.
”Sehingga kalau MK memutuskan proporsional tertutup itu artinya MK mencederai hati masyarakat. Artinya, MK akan mendapat hujatan dari ribuan bahkan jutaan masyarakat Indonesia yang terlalu berani mengambil resiko untuk memutuskan proporsional tertutup,” tuturnya.
Tidak hanya itu menurut Wibowo, alih-alih mampu meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap dewan yang dipilih, proporsional tertutup justru malah akan menimbulkan dampak sebaliknya.
”Sehingga masyarakat tidak tahu siapa wakilnya yang ada di parlemen. Dan sesungguhnya siapapun orang yang ditunjuk oleh partai untuk duduk, artinya partai akan menentukan siapa orang yang akan duduk, siapapun orangnya yang duduk di parlemen, ke semuanya tidak ada kewajiban untuk membela rakyat,” tegasnya.(MG-01/PBN)
BalasTeruskan
|
Discussion about this post