Anggota Komisi VIII DPR ini juga sering menemukan, kadang suatu lembaga tidak menghiraukan suatu temuan K/L karena adanya tumpang tindih kewenangan. Apalagi saat ini pengawasan dan penindakan itu semua ikut mengatur. Mulai dari internal, inspektorat, yang pada akhirnya ikut menegur, menemukan, dan memberi sanksi. “Jadi tumpang tindih,” katanya.
Makanya, dia berpendapat dalam revisi ini, sangat penting untuk mengatur terkait sanksi. Dalam arti, bagaimana menerapkan sanksi, mengeksekusi sanksi sehingga aparatur negara yang membuat penyimpangan itu menjadi kapok.
“Ini yang perlu dimantapkan, bagaimana mendudukkan tupoksi Ombudsman dengan dengan sebenar-benarnya. Sehingga kedepan tidak akan ditemukan lagi atas penyimpangan terhadap suatu pekerjaan di K/L,” tambah dia.
Sementara Kepala Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul menuturkan, pihaknya telah melakukan berbagai penyempurnaan atas revisi RUU Ombudsman ini berdasar masukan dari para anggota dewan. Di antaranya soal rekomendasi Ombudsman yang seringkali tidak ditindaklanjuti oleh K/L.
Karena itu, pihaknya mengusulkan tambahan draf RUU ini, khususnya di pasal 38 yaitu, ‘terlapor atau atasan terlapor dapat dijatuhi sanksi oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ombudsman dapat melaporkan pejabat bermasalah yang tidak melaksanakan rekomendasi kepada menteri pendayagunaan aparatur negara.
“Jadi ini salah satu instrumen bagi Ombudsman untuk mengingatkan atau memperkuat rekomendasinya,” katanya.(PBN/RMID)
Discussion about this post