Disinggung apakah Komisi Nasional Disabiltas RI sudah mendorong kebijakan tersebut, Dante menyatakan bahwa dorongan tersebut sudah disampaikan baik kepada kementerian/lembaga, untuk bisa mengarusutamakan isu disabilitas, termasuk kepada pemda.
“Kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kita selalu sampaikan bahwa seyogyanya memperhatikan hak pendidikan yang bermutu kepada semua warga negara, dengan membuka akses seluas-luasnya di seluruh sekolah bahwa penyandang disabilitas tidak boleh ada penolakan,” ucapnya.
Namun di sisi lain, jika sekolah merasa belum mampu menangani, maka ada sebuah kewajiban bagi sekolah untuk mencari tahu bagaimana cara untuk mengembangkan diri, sehingga ke depan dapat menangani anak-anak disabilitas.
“Termasuk yang disleksia. Kan disleksia ini tidak terlihat dan seringkali dijudgment (dihakimi), tidak mau nurut, pelupa, bandel. Padahal kita perlu asesmen. Bisa jadi punya hambatan dan kesulitan mengelola hal-hal yang seperti itu,” tegasnya.
Sementara Program Director Dyslexia Genius, Bulan Ayu, menyatakan pihaknya ingin agar penyandang disleksia bisa mendapatkan penanganan yang tepat, serta dapat memenuhi kesiapan anak dalam belajar.
“Karena disleksia masih sangat awam bagi masyarakat khususnya orang tua. Sehingga mereka masih belum tahu penanganan tepatnya seperti apa, apalagi terkadang masih banyak yang menyandang disleksia dianggap sebagai pemalas, makanya kami ingin mendirikan learning center ini,” tandasnya. (DZH/BNN)
Discussion about this post