JAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) harus dibarengi dengan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk melahirkan sejumlah aturan pelaksanaan. Langkah itu diperlukan agar segera terwujud upaya negara melindungi setiap warga dari ancaman tindak kekerasan seksual.
“Sudah hampir setahun sejak UU TPKS disahkan, efektivitas UU itu untuk menjadi payung perlindungan korban kekerasan seksual belum memadai dalam mencegah sekaligus memutus rantai kekerasan seksual,” kata Lestari saat membuka diskusi daring bertema “Efektivitas UU TPKS Meredam Kekerasan Seksual” di Jakarta, Rabu.
Lestari menilai efektivitas UU TPKS harus diletakkan dalam koridor kemampuan hukum untuk menyelesaikan berbagai persoalan terkait kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Saat ini, menurut dia, meskipun sudah ada UU TPKS, namun belum efektif meredam tindak kekerasan seksual di masyarakat, bahkan masih terjadi tindak kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
“Belum efektifnya UU TPKS saat ini disebabkan belum adanya aturan pelaksanaan, pemahaman aparat hukum terkait UU TPKS masih kurang, dan sejumlah fasilitas penanganan korban juga belum efektif,” ujarnya.
Lestari mengajak para pakar dan masyarakat yang telah memperjuangkan lahirnya UU TPKS, ikut mendorong lahirnya sejumlah aturan turunannya agar UU tersebut bisa segera diaplikasikan.
Dia mengaku prihatin pasca-lahirnya UU TPKS, sejumlah kasus tindak kekerasan seksual malah diselesaikan di luar pengadilan yang berujung damai dan merugikan korban.
Oleh karena itu, dia menilai hal yang harus dipastikan saat ini adalah optimalisasi perlindungan menjangkau komunitas rentan kekerasan seksual dan memberi kepastian hukum bagi seluruh warga negara.
Dalam diskusi tersebut, Analis Kebijakan Ahli Madya Deputi Perlindungan Hak Perempuan (PHP) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Agus Wiryanto mengungkapkan amanah UU TPKS adalah agar ada aturan turunan dalam bentuk tiga peraturan pemerintah (PP) dan empat peraturan presiden (perpres).
Dia menjelaskan hingga saat ini pemerintah sedang memproses sejumlah aturan pelaksanaan tersebut dan diperkirakan tuntas pada Juni 2023.
“Pemerintah juga memahami mendesaknya aturan pelaksanaan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS hadir, melihat semakin maraknya kasus kekerasan seksual saat ini,” ujarnya.
Komisioner KPAI Dian Sasmita mengungkapkan bahwa saat status darurat kekerasan seksual sudah dicanangkan, kasus TPKS terhadap anak malah naik.
Dian menilai agar hak pemulihan terhadap anak korban tindak kekerasan seksual tidak hanya diberikan pada saat kasus berlangsung, tetapi yang terpenting adalah hak pemulihan anak juga diberikan setelah kasus kekerasan seksual terjadi.
Dian berharap dalam sejumlah pasal UU TPKS dan aturan turunan tersebut harus mampu memastikan hak penanganan, pemulihan dan hak atas perlindungan bagi anak korban tindak kekerasan seksual.(ENK/ANT)
Discussion about this post