“Harus direvisi undang-undangnya, bukan mengikuti hasil keputusan Pengadilan Negeri,” terangnya.
“Kalau tidak salah sudah banyak disampaikan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji kembali terkait UU Pemilu,” lanjutnya.
Terkait Pengadilan Negeri, ini baru satu langkah proses hukum bisa diajukan lagi untuk maju pada tingkat yang lebih tinggi jika putusannya dirasa tidak sesuai.
Ia memaparkan, kondisi saat ini sangat jauh ketika disandingkan dengan kondisi demokrasi terpimpin pada tahun 1950. Lanjutnya, Demokrasi Terpimpin yang dibuat oleh Sukarno, Saat itu Dia (Sukarno) menyebut bahwa dia adalah ‘presiden seumur hidup’ dan pembentukan kabinet dilakukan oleh sistem parlementer atau oleh perdana Menteri yang ditunjuk untuk merumuskan kabinet.
“Ini kan jauh berbeda dengan sekarang, sejak era orde baru, reformasi hingga saat ini. Saya melihat hari ini demokrasi berjalan dengan sangat baik,” papar Harits.
“Kalau Demokrasi Terpimpin hari ini dilakukan berarti terjadi kemunduran dalam Demokrasi di Indonesia,” lanjutnya.
Ketua STISIP Setia Budhi ini menyampaikan, dengan dilakukannya UU Pemilu saat ini yaitu dilaksanakan secara langsung dan serentak. Terdapat beberapa daerah yang seharusnya melakukan pemilihan kepala daerah, di tunjuklah pejabat sementara atau biasa disebut PJ baik Gubernur atau Bupati/Walikota.
“Kalau di pusat kan belum diputuskan ditunda atau tidaknya. Maka tidak masuk pada masa transisi,” tandasnya.(muf/dzh/dhe/cr-01/enk)
Discussion about this post