“Presiden dan wakil Presiden akan habis masa jabatan pada 2024; dan ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia. Meski solusinya bisa diselesaikan melalui lembaga perwakilan,” ujarnya kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp.
Meski demikian, Leo menuturkan bahwa yang saat ini menjadi persoalan ialah para anggota legislatif, yang juga akan habis masa jabatannya pada tahun 2024. Penundaan Pemilu akan membuat lembaga legislatif menjadi kosong.
“Yang justru rumit adalah habisnya masa jabatan anggota dewan. Karena anggota dewan tidak bisa dipilih oleh Presiden atau pun dipilih rakyat, sehingga legitimasi anggota dewan yang tetap menambah masa jabatan menjadi tidak sah,” katanya.
Penundaan itu pun menurutnya, sangat berpotensi menimbulkan gejolak politik. Menurutnya, gejolak politik yang akan terjadi apabila skenario penundaan Pemilu terjadi, adalah sama dengan peristiwa tahun 1998.
Pengamat Politik, Dosen Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Eko Supriatno memandang, putusan PN Jakpus yang menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menunjukkan bahwa operasi untuk menunda pemilu masih berjalan. Jalur yudisial dijadikan jalan untuk menunda pemilu ketika situasi politik nasional tidak memihak pada wacana menunda Pemilu 2024.
“Dengan kedok independensi kehakiman, pihak-pihak yang ingin menunda pemilu dapat memaksa aktor politik dan demokrasi untuk menuruti kepentingannya,” kata Eko kepada BANPOS, Kamis (9/3).
“Upaya tersebut tercermin dari beragam narasi yang muncul selama ini, mulai dari perpanjangan masa jabatan presiden, tiga periode jabatan presiden, memperpanjang masa jabatan kepala desa, hingga perubahan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. Publik sudah lebih kritis dalam mencermati pihak-pihak yang terlibat dalam wacana menunda pemilu,” sambung Eko yang juga peneliti pada Kadaka Research and Consulting, dan Pembina Future Leader for Anti Corruption (FLAC) Regional Banten itu.
Secara UUD ataupun UU dalam menghadapi kondisi tersebut, lanjut Eko, bahwa jika berbicara UU, jelas melawan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, melawan sebuah aturan negara yang sebetulnya sudah harus disepakati semua.
Discussion about this post