JAKARTA, BANPOS - Banyaknya e-commerce yang kolaps dan memangkas pegawainya bukan berarti prospek bisnisnya, suram. Sebab, berdasarkan data, transaksi belanja online pada tahun 2022, justru meningkat. Beberapa marketplace besar akhirnya memilih tutup dan tak beroperasi lagi di Indone¬sia. Sebut saja platform JD.ID yang telah mengumumkan tidak beroperasi lagi sejak 15 Februari 2023. Sebelumnya, Elevenia, tutup lebih dulu, yakni pada 1 Desember 2022. Selain itu, ada beberapa start¬up e-commerce dan efisiensi, melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Misal¬nya TaniHub, menghentikan operasional dua warehouse (per¬gudangan) di Bandung dan Bali pada Februari 2022. Begitu juga dengan Shopee dan Gojek. Ke¬dunya melakukan lay-off (PHK) tahun lalu. Shopee mem-PHK sekitar 3 persen atau ratusan karyawannya. Sementara, Gojek merumahkan sekitar 1.300 karyawan. Menanggapi fenomena itu, Ketua Umum Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengaku optimistis, perkembangan e-commerce akan tetap tumbuh. Sebab, berdasarkan beberapa data di dalam negeri, kinerja e-commerce meningkat. “Salah satunya data Bank Indonesia, yang menunjuk¬kan nilai transaksi e-commerce mencapai Rp 227,8 triliun atau naik 22,1 persen pada 2022 secara tahunan (year on year/yoy),” ungkap Bima dalam Fo¬rum Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Peran Ekonomi e-commerce Di Indonesia: Tan-tangan, Peluang dan Kebijakan, di Jakarta, Selasa (7/3). Dia menyebut, nilai transaksi tersebut cukup besar. Ditambah jumlah order yang terbilang banyak. Berdasarkan data yang sama, jumlah pesanan menca-pai 1,74 juta. “Orang Indonesia itu sebe¬narnya sangat suka belanja, terutama belanja online,” ka¬tanya lagi. Selain itu, sambung Bima, penyelenggaraan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) tiap tahun selalu mengalami pertumbuhan. Di tahun 2022, transaksi saat Harbolnas men¬capai Rp 22,7 triliun, atau naik 26 persen yoy dari sebelumnya di angka Rp 18,6 triliun. Bahkan, untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Me¬nengah) lokal pada Harbolnas 2022, mampu mengantongi transaksi hingga Rp 10 triliun dibanding tahun 2021 sebesar Rp 8,1 triliun.<!--nextpage--> Dia yakin pencabutan Pem¬berlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan mendongkrak pertumbuhan e-commerce. Bima memprediksi bulan puasa dan tahun politik akan mendatangkan cuan bagi para pelaku usaha e-commerce mau¬pun marketplace. “Tahun politik banyak partai melakukan belanja, mulai dari spanduk, kaos dan lainnya. Begitu juga saat Ramadan, pelaku usaha berpotensi banyak dapat cuan. Karena pendapatan di Ramadan mampu meng-cover pendapatan enam bulan lainnya,” beber Bima. Menurut Bima, belanja on¬line bagi masyarakat Indonesia seperti sudah menjadi gaya hidup, sekaligus menjadi alat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Namun begitu, perlu strategi agar bisnis bisa bertahan. Menu¬rutnya, selain penguatan modal, inovasi harus terus dilakukan. Kepercayaan konsumen juga harus terus dipupuk agar percaya membeli barang di toko online. Bima menuturkan, e-com¬merce menciptakan lapangan pekerjaan. Misalnya dengan tren live shopping, banyak pelaku usaha maupun marketplace meng-hire talent khusus. “Terbukti hal itu mampu meningkatkan engagement dan penjualan di e-commerce,” sebutnya. Terpisah, Pengamat Ekonomi dan Perbankan dari Bina Nusan¬tara (Binus) University Doddy Ariefianto melihat, beberapa perusahaan e-commerce yang kolaps karena margin yang didapat kecil. Sementara, modal yang dikeluarkan sangat besar. Jika ingin bertahan, sambung Doddy, mereka harus menemu¬kan model bisnis yang tepat dan efisien. Menurut dia, saat ini sedang terjadi seleksi alam. Kondisi ini pernah terjadi di China. Di Negeri Tirai Bambu kini hanya menyisakan satu sampai dua perusahaan e-Commerce. “Itu namanya natural mo¬nopoly, tinggal menunggu siapa pemenangnya saja,” ujar Doddy kepada Rakyat Merde¬ka, kemarin. Natural monopoly terjadi, sambungnya, karena perusahaan tersebut memiliki sesuatu yang khas dan tidak dimiliki kompeti¬tornya. Misalnya, biaya produksi yang paling efisien dan penggu¬naan teknologi tertentu. Menurut dia, perusahaan yang akan bertahan memiliki modal kuat, kreatif dan mem¬berikan inovasi. Doddy melihat, saat ini ke¬banyakan e-commerce di In¬donesia belum ada user experi¬ence yang berbeda signifikan. Sementara, bagi e-commerce yang memakai gimmick harga, disebutnya sebagai strategi yang konvensional.(RMID)<!--nextpage-->
Discussion about this post