Dia yakin pencabutan Pem¬berlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan mendongkrak pertumbuhan e-commerce.
Bima memprediksi bulan puasa dan tahun politik akan mendatangkan cuan bagi para pelaku usaha e-commerce mau¬pun marketplace.
“Tahun politik banyak partai melakukan belanja, mulai dari spanduk, kaos dan lainnya. Begitu juga saat Ramadan, pelaku usaha berpotensi banyak dapat cuan. Karena pendapatan di Ramadan mampu meng-cover pendapatan enam bulan lainnya,” beber Bima.
Menurut Bima, belanja on¬line bagi masyarakat Indonesia seperti sudah menjadi gaya hidup, sekaligus menjadi alat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Namun begitu, perlu strategi agar bisnis bisa bertahan. Menu¬rutnya, selain penguatan modal, inovasi harus terus dilakukan. Kepercayaan konsumen juga harus terus dipupuk agar percaya membeli barang di toko online.
Bima menuturkan, e-com¬merce menciptakan lapangan pekerjaan. Misalnya dengan tren live shopping, banyak pelaku usaha maupun marketplace meng-hire talent khusus.
“Terbukti hal itu mampu meningkatkan engagement dan penjualan di e-commerce,” sebutnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi dan Perbankan dari Bina Nusan¬tara (Binus) University Doddy Ariefianto melihat, beberapa perusahaan e-commerce yang kolaps karena margin yang didapat kecil. Sementara, modal yang dikeluarkan sangat besar.
Jika ingin bertahan, sambung Doddy, mereka harus menemu¬kan model bisnis yang tepat dan efisien.
Menurut dia, saat ini sedang terjadi seleksi alam. Kondisi ini pernah terjadi di China. Di Negeri Tirai Bambu kini hanya menyisakan satu sampai dua perusahaan e-Commerce.
“Itu namanya natural mo¬nopoly, tinggal menunggu siapa pemenangnya saja,” ujar Doddy kepada Rakyat Merde¬ka, kemarin.
Natural monopoly terjadi, sambungnya, karena perusahaan tersebut memiliki sesuatu yang khas dan tidak dimiliki kompeti¬tornya. Misalnya, biaya produksi yang paling efisien dan penggu¬naan teknologi tertentu.
Menurut dia, perusahaan yang akan bertahan memiliki modal kuat, kreatif dan mem¬berikan inovasi.
Doddy melihat, saat ini ke¬banyakan e-commerce di In¬donesia belum ada user experi¬ence yang berbeda signifikan. Sementara, bagi e-commerce yang memakai gimmick harga, disebutnya sebagai strategi yang konvensional.(RMID)
Discussion about this post