JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi IV DPR Mindo Sianipar mendorong hadirnya inovasi dalam memacu produktivitas pertanian. Salah satu inovasi yang kini ramai di kalangan petani adalah Biosaka yang mampu menekan penggunaan pupuk kimia hingga 70 persen.
Mindo mengatakan, Biosaka ini merupakan salah satu ino¬vasi yang sangat menarik karena mampu meningkatkan kualitas hasil panen petani dan mengurangi biaya produksi. Kemampuan Biosaka ini mengu¬rangi biaya produksi disebabkan dua hal.
Pertama, penggunaan pupuk sintesis atau pupuk kimia yang ditambahkan ke tanaman itu dapat berkurang hingga 70 persen.
“Ada kemungkinan sisa-sisa pupuk yang dulu-dulu di dalam tanah terpakai kembali,” kata politisi senior Fraksi PDI Perjuangan ini, kemarin.
Kedua, lanjutnya, ketahanan tanaman terhadap hama menjadi lebih tinggi setelah menggunakan Biosaka. Lahan juga men¬jadi jauh lebih subur. Inovasi Biosaka ini menjadi unik lantaran bukan pupuk, bukan pula pengganti pupuk. Bukan juga hormon, bukan pula pestisida.
“Kesimpulan sementara di benak saya, elisitor Biosaka ini membuat potensi sel dalam tanaman bekerja sehingga bisa menyerap hara dengan baik dari tanah,” jelasnya.
Diakui, inovasi ini tergolong baru sehingga belum tentu semua menerima. Walau demikian, Mindo telah melakukan uji coba dengan mendatangkan langsung penemunya Muhammad Ansar dan juga penelitinya, Prof. Robert Manurung dari Program Studi Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Dua minggu setelah saya buat di Mojokerto dengan mendatangkan perwakilan petani dan PPL dari lima kabupaten supaya mereka bisa buat sendiri. Terus saya buatkan WA Group untuk saya pantau, ternyata berhasil. Hasilnya bagus, mengurangi biaya produksi,” ujarnya.
Alhasil, lanjut dia, petani Hortikultura di Jawa Timur yang menggunakan inovasi baru ini mampu memacu produktivitas tanaman miliknya. Seperti petani melon dan semangka yang kini sudah dapat tanam dan panen lima kali dalam setahun.
Sementara untuk tanaman padi, kualitas batang, anakan dan jumlah malah menjadi jauh lebih baik dan berkualitas.
“Tapi untuk produktivitasnya saya belum bisa beri komentar karena ini baru satu kali musim tanam. Setelah tiga kali (musim tanam dan panen, red) baru saya tarik kesimpulan. Namun, sejauh ini dia berhasil karena mampu mengurangi pemberian pupuk kimia dan sintesis,” jelasnya.
Politisi asal Jawa Timur ini pun memberikan apresiasi atas inovasi Muh. Ansar dalam elisi¬tor Biosaka ini. Apalagi, proses pembuatan Biosaka ini ter¬golong mudah dan sangat mu¬rah. Cuma dengan menggunakan dedaunan dan rerumputan dari sekitar lokasi.
Proses pembuatan elisitor Biosaka ini dilakukan dengan cara meremas dedaunan atau rerumputan di dalam air kurang lebih 5 liter selama kurang lebih 10-15 menit sampai tercampur homogen.
Artinya, tidak mengendap, tidak berubah warna menjadi bening dan tidak mengeluarkan gas meskipun disimpan dalam waktu yang lama. Uniknya, pembuatan elisitor ini pun bisa dilakukan secara gotong royong.
“Makanya ini cocok juga dengan ideologi PDI Perjuangan karena dia harus bekerja gotong royong. Saya menduga, dengan tekanan remas itu keluar zat-zat tertentu yang berperan sebagai signaling bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih bagus. Mandiri jadinya petani itu,” jelasnya.
Dia berharap, ada penjelasan lebih ilmiah melalui riset untuk menjelaskan manfaat elisitor Biosaka bagi tumbuhan. Sehingga di kalangan petani bukan lagi dianggap semacam magis.
“Menteri Pertanian bahkan jatuh cinta berat kepada Biosaka. Saya mengucapkan terima kasih kepada Muh. Ansar karena pengetahuannya dibagikan secara cuma-cuma kepada para petani,” ujarnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi mengungkapkan, Biosaka ini bukan pupuk, bukan pestisida. Tetapi elisitor berperan sebagai signaling bagi tana¬man tumbuh dan berproduksi lebih bagus. Hemat pupuk kimia sintetis, meminimalisir hama penyakit, dan membuat lahan menjadi lebih subur.
“Biosaka ini disebut elisitor dari ilmu epigenetic, sudah banyak riset dan jurnal tentang elisitor,” ujarnya.
Suwandi menuturkan, di loka¬si uji coba padi dengan biosaka lebih bagus dibandingkan tidak menggunakan biosaka. Produksi lebih tinggi bahkan hemat 50 persen pupuk kimia.
Hasil ubinan terbaru Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Guluk di Kabupaten Sumenep didapatkan rata-rata jumlah anakan 17. Jumlah populasi tanaman 163, dengan hasil ubinan 5.6 kilogram, hasil konversi 8,9 ton per hektare dengan varietas Inpari 42.
Manfaat ramuan biosaka adalah biaya nol rupiah gratis dapat dibuat sendiri, tidak ada risiko kerugian bagi petani, dan menghemat biaya pupuk kimia 50 hingga 90 persen.
“Sudah banyak kajian lanjut dan sudah banyak petani di dae¬rah lain menerapkan biosaka,” katanya.(RMID)
Discussion about this post