Ikhsan menegaskan bahwa pers pun harus independen. Sebagai pilar keempat demokrasi, pers pun harus menjadi second opinion atas informasi-informasi yang disampaikan pemerintah, yang mungkin saja terdapat hal-hal yang ‘tersendat’.
“Untuk ke depan, walaupun sulit untuk diwujudkan, pers harus independen. Kemudian menjadi jembatan komunikasi pemerintah dengan masyarakat, menjadi ujung tombak perjuangan masyarakat. Dan yang terpenting adalah pers mengedepankan informasi-informasi yang memang dibutuhkan oleh masyarakat, atau dianggap tersendat dalam pemerintahan sehingga diketahui oleh masyarakat,” ucapnya.
Menurut laporan, KKJ juga menilai bahwa KUHP yang baru menjadi salah satu potensi ancaman bagi pers di masa yang akan datang. Pasalnya, terdapat sejumlah pasal yang ada pada KUHP, yang dapat menjadi alat membredel kemerdekaan pers.
Adapun pasal-pasal tersebut yakni Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah, Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
Selanjutnya, Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap, Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan, Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan, Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan, Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran, Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati, dan Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Banten, Rian Nopandra, mengatakan bahwa PWI sebagai konstituen pada Dewan pers, menegaskan bahwa KUHP yang baru memang menjadi ancaman bagi kemerdekaan pers. Menurutnya, KUHP itu akan meningkatkan potensi jurnalis dipenjara karena produk jurnalistik, bahkan dengan ancaman hingga enam tahun penjara.
Discussion about this post