JAKARTA,BANPOS -Terdakwa pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo membacakan nota pembelaannya alias pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai dituntut penjara seumur hidup. Dalam pembacaan pledoinya, Sambo lebih banyak curhat alias curcol.
Pledoi dibacakan Sambo di hadapan majelis hakim yang dipimpin Wahyu Iman Santosa, kemarin. Selain Sambo, dua terdakwa lain, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf juga mengajukan pledoi.
Sidang pledoi ketiganya dilaksanakan secara maraton di PN Jaksel. Sidang dimulai pukul 09.00 WIB dengan pembacaan pledoi Sambo. Setelah itu disusul pembacaan pledoi dari Ricky dan Kuat.
Sambo mengenakan kemeja putih lengan panjang dipadu celana bahan hitam. Dia ditemani tim penasihat hukumnya. Mereka datang lebih awal dari Sambo lantaran mempersiapkan sejumlah dokumen yang berisi bukti tambahan kliennya tidak bersalah di kasus ini.
Terdapat kurang lebih sembilan berkas pledoi yang ditumpuk di meja kuasa hukum Sambo. Saking tebalnya, tumpukan dokumen tersebut hingga menutupi kuasa hukumnya.
“Izin yang mulia sebelum pembacaan pledoi pribadi yang akan dibacakan oleh terdakwa, izin kami mengajukan bukti tambahan dulu,” pinta kuasa hukum Sambo kepada majelis hakim.
Majelis hakim lewat Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa mengizinkan hal tersebut. Iman meminta jaksa melihat bukti tambahan yang telah dipersiapkan kuasa hukum mantan Kadiv Propam Polri itu. “Mau mengajukan bukti tambahan, silakan. Saudara penuntut umum tolong segera maju untuk melihat bukti tambahan tersebut,” jawab Iman.
Setelah itu, Iman mempersilakan, Sambo membacakan nota pembelaan yang telah dipersiapkannya. Saat membacakan nota pembelaan, Sambo memanfaatkannya untuk curhat.
Sambo merasa telah mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat. Mulai dari diolok-olok hingga difitnah aneh-aneh. Makanya di nota pembelaan ini, Sambo memberi judul “Pembelaan yang Sia-sia”.
“Dalam menjalani pemeriksaan dan persidangan perkara ini, acap kali membawa saya dalam keputusasaan dan rasa frustasi,” ujar Sambo, saat membacakan pledoinya.
Menurut Sambo, vonis telah dijatuhkan kepada dirinya dan istri sebelum ketuk palu hakim persidangan. “Rasanya tidak ada ruang sedikit pun untuk menyampaikan pembelaan, bahkan sepotong kata pun tidak pantas untuk didengar. Apalagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya,” sambungnya.
Tekanan pun semakin kronis saat dirinya difitnah aneh-aneh. Dia merasa difitnah soal bandar judi, selingkuh, hingga LGBT, usai jadi tersangka kasus pembunuhan Yosua. “Seolah saya adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah manusia,” ungkap dia.
Dia membantah, segala tudingan tersebut. Dia menduga, ada yang menggiring opini seolah-olah dirinya menyeramkan. “Sehingga hukuman paling berat harus dijatuhkan tanpa perlu mendengar dan mempertimbangkan penjelasan dari seorang terdakwa seperti saya,” ujarnya.
Sambo mengaku, khawatir terhadap anaknya atas berita tidak benar di luar sana. Opini di masyarakat terhadapnya sangatlah keji. Meski begitu, mantan jenderal bintang dua itu optimistis majelis hakim akan memutuskan putusan yang adil. Putusan hakim, katanya, yang menentukan nasib keluarganya saat ini.
Di kesempatan sama, tim penasihat Sambo menyebut jaksa gagal menunjukkan motif kliennya memerintahkan Bharada Richard Eliezer menembak Yosua. Pihak Sambo juga menilai jaksa keliru dalam menilai fakta sidang.
“Tidak lah mungkin pembunuhan dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa didorong faktor tertentu yang membuat seseorang mengambil tindakan, itulah yang disebut motif yang wajib ditemukan penuntut umum,” ucap pengacara Sambo, Sarmauli Simangunsong.
Menurutnya, upaya mengetahui motif adalah upaya mencari tahu sebab peristiwa. Namun, kata dia, dalam surat tuntutan Sambo, jaksa tidak menjelaskan motif. Karena itu, Sarmauli menilai jaksa gagal menunjukkan motif Sambo di sidang. Sarmauli pun meminta hakim mengesampingkan tuntutan jaksa itu.
“Oleh sebab itu, terbukti secara sah dan meyakinkan jaksa penuntut umum telah gagal menunjukkan motif terdakwa dalam perkara a quo, karena JPU sama sekali tidak menjelaskan motif terdakwa atas perbuatan sebagaimana yang dituduhkan,” tegas dia.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup lantaran dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana dan menghalangi proses penyidikan kematian Brigadir J.
Sambo dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, Sambo juga dinilai melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(RMID)
Discussion about this post