Selain itu ada beberapa ketentuan yang ditetapkan MK. Antara lain Pemerintah tidak boleh membuat peraturan-peraturan pelaksana dari UU Ciptaker sebelum dilakukan perbaikan. Putusan MK kali ini memang lain dari biasanya.
“Namun, mau diperdebatkan bagaimanapun juga, putusan MK itu adalah final dan mengikat. Tidak ada pilihan lain kecuali mematuhinya,” jelasnya.
Adapun terkait pendapat bahwa Presiden Jokowi bisa dimakzulkan lewat Perppu Ciptaker ini. Yusril berpandangan bahwa penerbitan Perppu Ciptaker tidak bisa dijadikan dalil untuk memakzulkan Presiden. Pasalnya, jika merujuk Pasal 7A dan 7B UUD 1945, ada tujuh kriteria Presiden boleh dimakzulkan. Yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
“Penerbitan Perppu untuk memperbaiki UU Cipta Kerja nampaknya masih jauh dari memenuhi kriteria alasan pemakzulan. Lain halnya jika politik ikut bermain. Maksudnya DPR menolak pengesahan Perppu Ciptaker. Sekaligus berpendapat bahwa isi Perppu tersebut melanggar UUD 45 sehingga pintu pemakzulan menjadi mungkin,” ujar Yusril.
Adapun terkait kemungkinan DPR menolak perppu tersebut, ia berpendapat bahwa
dengan amandemen UUD 45, kekuasaan membentuk undang-undang bukan lagi pada Presiden dengan persetujuan DPR, melainkan sudah bergeser menjadi kekuasaan DPR dengan persetujuan Presiden. Seharusnya DPR menjadi pihak yang pertama kali memperbaiki UU Ciptaker setelah diputuskan MK inkonstitusional bersyarat. Karena legislator yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
“Sudah lebih dari setahun DPR belum memperbaiki UU ini. Padahal MK ngasih tenggat waktu hanya dua tahun. Tidak terlihat upaya apapun dari DPR untuk mengambil prakarsa memperbaiki UU Ciptaker,” tandasnya.[UMM/PBN/RMID]
BalasTeruskan |
Discussion about this post