Fitron menyebut cara Muhsinin menyampaikan aspirasinya itu dapat menjadi semacam carambol effect atau bumerang yang menyerang balik Banggar DPRD dan TAPD. Menurut Fitron, pernyataan Muhsinin yang menyebut akan memperjuangkan sendiri aspirasi tersebut jika tidak ada teman-temannya yang setuju, mengesankan jika hanya Muhsinin seorang yang ingin gaji pegawai honorer naik. Dengan kata lain, kata Fitron, semua anggota Banggar dan TAPD yang pada hari itu melaksanakan rapat tidak ada yang peduli dengan kenaikan gaji honorer.
Padahal sejatinya, kata Fitron, semua yang duduk di Banggar dan TAPD juga menginginkan hal yang sama yaitu menaikkan gaji pegawai honorer. Hanya saja, Fitron meminta forum rapat untuk berpikir realistis dengan mengaitkan keinginan tersebut dengan kemampuan anggaran.
Muhsinin sendiri yang dikonfirmasi kemudian tidak menampik pencopotan dirinya dari Banggar sebagai buntut langkahnya yang memperjuangkan aspirasi kenaikan gaji honorer tersebut pada rapat Banggar dan TAPD itu. Meski begitu, Muhsinin mengaku tidak mempersoalkan pencopotannya tersebut, mengingat hal seperti itu lumrah dalam mekanisme berpartai. Yang jelas, kata Muhsinin, dirinya menyampaikan aspiras, selain murni atas fakta yang diterimanya di lapangan, juga didasarkan kepada surat permohonan kenaikan gaji honorer yang dilayangkan Badan Kepegawaian daerah (BKD) Banten sebelumnya.
Dalam surat yang ditandatangani Kepala BKD saat itu, Komarudin, disebutkan pegawai honorer golongan I dan II dengan jenjang pendidikan tamatan SD hingga S2 saat ini secara berjenjang sesuai tingkat pendidikannya itu, menerima honor Rp2,4 hingga Rp3,3 juta per bulan. Adapun untuk pegawai honorer golongan operator/administrasi disebutkan, saat ini menerima honor secara berjenjang sesuai tingkat pendidikannya yakni dari SD hingga S2 adalah Rp 1,8 juta sampai Rp 2,5 juta. Adapun rata-rata kenaikan yang diajukan adalah Rp 1 juta dari besaran gaji mereka sebelumnya, sehingga mendekati nilai UMP 2022. (RUS/AZM)
Discussion about this post