SERANG, BANPOS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) segera melakukan investigasi terkait dengan dugaan honorer siluman yang terjadi di Pemprov Banten, khususnya di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud).
KPK menilai bahwa Inspektorat sebagai pengawas internal, harus merespon dugaan tersebut, dan merujuk ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika memang ada unsur niat jahat.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan bahwa setiap penyimpangan sangat memungkinkan untuk memenuhi actus reus atau esensi dari kejahatan, dalam perspektif pidana korupsi. Namun menurutnya, perlu juga untuk dicari tahu apakah actus reus itu memenuhi mens rea atau niat jahat ataupun tidak.
“Pertama begini, setiap penyimpangan itu memungkinkan memenuhi actus reus dalam perspektif pidana korupsi. Tapi apakah actus reus atau penyimpangan administrasi itu dipenuhi dengan niat jahat, itu yang harus kemudian ditindaklanjuti,” ujarnya kepada BANPOS, Jumat (30/1).
Menurut Ghufron, persoalan dugaan honorer siluman yang terjadi di Dindikbud Provinsi Banten masih dalam tataran ke-SDM-an. Sehingga seharusnya, Inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintahan (APIP) segera turun tangan, bersama dengan BPKP.
“Kalau masih tataran SDM, Inspektorat yang biasanya melakukan investigasi, apakah dugaan memasukkan secara ilegal atau siluman tadi sebagai sebuah kesalahan administrasi atau kesengajaan. Nah itu yang menindaklanjuti pertama Inspektorat, dan berkoordinasi dengan BPKP,” tuturnya.
Ghufron mengatakan, jika dari hasil investigasi Inspektorat dan BPKP mendapati bahwa memang terdapat dugaan penyimpangan, maka hasil tersebut bisa langsung dirujuk ke KPK untuk dapat ditindaklanjuti.
“Jadi kami prinsipnya menunggu dari Inspektorat dan BPKP, untuk memberikan laporan. Jadi kalau yang administrasi seperti itu, satuan pengawas internal yang bergerak dulu. Kalau yang pengadaan barang dan jasa, baru biasanya KPK yang langsung turun,” tuturnya.
Di sisi lain, Ghufron juga menuturkan bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) dapat masuk ke dalam persoalan tersebut, sehingga dapat terlihat apakah ada unsur kesengajaan maupun kelalaian di dalam persoalan honorer siluman itu.
“Kalau masalah tata kelola diduga ada kesalahan, maka Inspektorat yang harus turun. Nah kalau didalamnya ditemukan adanya kesengajaan, ada Dolus (kesengajaan) atau Culpa (kelalaian), maka disitu APH bisa turun. Ada Polisi, ada Kejaksaan, dan KPK,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, dugaan adanya honorer siluman mengerucut pada dugaan terjadinya kerugian keuangan negara. Selain Dindikbud Provinsi Banten yang tidak bisa membuktikan tidak dibayarnya para siluman, juga karena adanya dugaan pencairan gaji baru para guru yang belum mengajar.
Dari hasil penelusuran BANPOS ke sejumlah sampel sekolah, rata-rata para guru/pegawai honorer yang masuk pada tahun 2022, baru mulai bekerja pada bulan April, bahkan baru mulai bekerja pada semester ganjil tahun pelajaran 2022/2023 yang dimulai pada bulan Juli. Namun anehnya, dari pengakuan beberapa pihak, diduga para guru/pegawai honorer tahun 2022 itu tetap menerima gaji pokok, bahkan ada yang menerima gaji mengajar, sejak Januari.
BANPOS mencoba menerka potensi kerugian keuangan daerah, apabila dugaan tersebut benar terjadi. Gaji pokok untuk guru honorer sebesar Rp1,5 juta, sementara untuk pegawai atau tenaga kependidikan berada di kisaran Rp2,4 juta. Mencoba menghitung potensi minimal, BANPOS menghitung gaji yang dikeluarkan berdasarkan gaji pokok guru honorer yakni sebesar Rp1,5 juta. Sementara untuk bulan, BANPOS akan hitung rerata di bulan Maret 2022, dengan asumsi mereka mulai bekerja pada April 2022.
Dengan demikian, didapati perhitungan potensi kerugian dengan rumus Rp1,5 juta x 3 bulan x 137 guru/pegawai. Sehingga, didapat hasil dugaan potensi kerugian keuangan daerah sebesar Rp616.500.000.
Dikonfirmasi terkait dengan dugaan tersebut, Kasi Kurikulum Bidang SMA pada Dindikbud Provinsi Banten yang juga menjadi pihak pengatur penggajian honorer, Adang Abdurahman, mengatakan bahwa penggajian tersebut merupakan hasil usulan dari pihak sekolah. Menurutnya, jika memang ada guru/pegawai yang belum bekerja, seharusnya jangan diusulkan penggajian.
Bahkan di depan BANPOS, ia langsung melakukan konfirmasi kepada salah satu Kepala Sekolah yang diduga guru/pegawai honorernya sudah dibayarkan gaji, meskipun belum bekerja. Dari hasil konfirmasi itu, Kepala Sekolah membenarkan bahwa memang pihaknya mengajukan penggajian untuk guru honorer tahun 2022 di sekolahnya, meskipun belum bekerja.
Namun menurut Adang, pihak sekolah beralasan bahwa meskipun guru-guru itu belum mulai mengajar, tapi mereka sudah diberikan tugas untuk menjaga piket. Sementara alasan tidak mengajarnya mereka, akibat pihak sekolah tidak memasukkan mereka dalam SK mengajar, karena SK PTK baru datang setelah semester genap di awal tahun sudah mulai berjalan.
Pada saat menelepon pun, Adang sempat memprotes kenapa tetap diajukan. Menurutnya jika hal itu menjadi temuan, maka pihak sekolah harus mengembalikan besaran gaji tersebut kepada Kas Daerah, agar tidak menjadi kerugian keuangan daerah.(DZH/PBN)
Discussion about this post