SERANG, BANPOS – Pembangunan sekolah SMA/ SMK yang menjadi kewenangan Pemprov Banten dinilai banyak masalah. Mulai dari adanya perencanaan lokasi pembangunan yang dirasa tidak tepat, juga masalah sengketa lahan yang akan diselesaikan dengan ganti rugi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten
Dalam permasalahan sengketa lahan, diduga ada oknum Pejabat Pemkot Serang yang terlibat penggelapan pembayaran pembebasan lahan yang saat ini ditempati oleh SMKN 6 Kota Serang.
Pembebasan itu dilakukan pada tahun 2010 lalu, Ketika sekolah SMKN/SMAN/SKh masih berada di kewenangan Kabupaten dan Kota.
SMKN 6 Kota Serang sendiri berada di Kelurahan Priyayi, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Pada proses pembelian lahan, Lurah Priyayi yang kala itu dijabat oleh Fatihuddin, yang saat ini menjadi anggota DPRD Kota Serang, memanggil sejumlah pemilik lahan yang notabenenya adalah warganya. Salah satu pemilik lahan itu adalah Daliman, yang mempunyai lahan seluas 2.100 meter persegi.
“Daliman bersama beberapa warga lainnya pada saat itu dipanggil oleh Lurah Priyayi berkenaan dengan akan dilakukannya pembangunan sekolah itu. Pada saat itu, ia dijanjikan akan mendapatkan ganti objek satu berbanding dua. Artinya, Ketika Daliman dijanjikan objek pengganti seluas 4.200 meter persegi,” kata kuasa hukum Daliman, Suryansah Danamik, kepada wartawan Senin (19/9).
Janji tersebut dalam waktu beberapa lama kemudian ditepati. Daliman bersama warga lainnya mendapatkan pengganti objek lahan sesuai dengan yang dijanjikan. Namun seiring berjalannya waktu, lahan yang pengganti Daliman itu ternyata lahan hasil gadai oleh Fatihuddin kepada orang lain.
“Itu ketahuan setelah beberapa lama kemudian, sedangkan yang lainnya aman,” katanya.
Dari situlah, Daliman mencium ada hal yang tidak benar dalam perkara penjualan lahannya itu, sehingga dirinya kemudian menyewa kuasa hukum untuk menyelesaikan perkara itu.
Atas hal itu, setelah dirinya mendapat kuasa dari Daliman, Suryansah kemudian melakukan somasi terhadap SMKN 6 Kota Serang pada tanggal 26 Juli 2022. Beberapa hari setelah surat somasi itu dilayangkan, dirinya didatangi oleh Kepala sekolah bersama jajaran, disusul kemudian dari pihak Dindikbud Banten juga mendatanginya.
“Pembicaraannya sudah mengerucut, Dindikbud Banten akan menyelesaikan pembelian lahan itu dengan harga yang wajar. Kita usulkan Rp700 ribu per meter,” katanya.
Sementara itu Sekretaris Dindikbud Banten M Taqwim membenarkan jika ada persoalan sengketa lahan pada sekolah SMKN 6 Kota Serang. Ia menjelaskan, sengketa itu terjadi ketika sekolah itu masih dalam kewenangan Pemkot Serang, sampai pada diserahkan kewenangannya kepada Pemprov.
“Pada saat ada perubahan regulasi dimana sekolah SMKN sederajat menjadi kewenangan Provinsi, semuanya kami terima dengan apa adanya. Ada yang sudah dibayar, ada yang belum. Nah, pada saat itu memang tidak ada penyerahan aset lahan kepada kami,” katanya.
Atas kondisi itu, lanjutnya, pihaknya pada tahun anggaran 2023 nanti akan mengalokasikan untuk pembelian lahan yang saat ini masih bersengketa itu. “Kalau untuk sekolah lainnya sih insyaallah tidak ada, aman-aman saja,” katanya.
Terpisah, Ketua Laskar Pasundan Indonesia (LPI) Rohmat Hidayat menilai, belanja Pemprov Banten teramat berlebihan dan terkesan hanya mengejar proyek semata. Pasalnya, banyak sekali proyek pembangunan yang dilakukan bukan bersifat prioritas. Ia mencontohkan, proyek pembangunan dua SMAN baru di Kecamatan Panggarangan.
LPI tengah menyoroti beberapa proyek pekerjaan Unit Sekolah Baru (USB) yang justru dalam satu wilayah berdekatan namun populasi penduduk tak sebanding. Karenanya, LPI mensinyalir ada faktor kedekatan si pengusul dan bahkan diduga keras dijadikan ajang bisnis semata.
“Karena jelas dugaan mengarah ke kepentingan bisnis. Oke lah, jika ingin meningkatkan SDM di wilayah Banten, tapi bukan dengan cara membangun sekolah di satu kecamatan langsung 2 gedung sekolah, misal yaitu SMA 3 dan SMA 4 Panggarangan. Padahal jarak antar sekolah ini kami lihat terlalu berdekatan, sedangkan di wilayah pedalaman lain atau pelosok Banten yang lainnya masih amat sangat membutuhkan akses sekolah, tapi tidak dilirik. Kami duga ini faktor kedekatan dan ajang bisnis proyek,” ungkap Rohmat.
Dalam hal ini pihak LPI pun meminta kepada Pemerintah Pusat, yakni Kementerian Dalam Negeri agar merevisi Pejabat Gubernur (Pj) Banten yang dinilai ada beberapa kebijakan yang dilakukan terkesan ingin menggambarkan kekuasaan politiknya.
“Dan besar dugaan Pejabat Gubernur Banten aji mumpung dalam proses menjabat, apalagi dengan adanya isu Rotasi dan Mutasi pegawai di wilayah Pemprov Banten. Ini jangan sampai warna politis lah yang dikedepankan, bukan berdasarkan kemampuan calon pejabat sesuai dengan reward kinerja. Dan besar dugaan kami pula, bahwa akan ada pejabat baru di setiap instansi di Pemprov Banten atas dasar atensi kedekatan atau pun bisa dikatakan pejabat titipan,” papar Rohmat. (WDO/RUS/PBN)
Discussion about this post