Dicontohkannya, pada Rabu (24/8) pekan lalu, pihaknya melibatkan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi dan ormas-ormas dalam dialog publik.
Tetapi, tak semua pasal disosialisasikan. Sekadar tahu, RKUHP ini memuat 37 bab dan 632 pasal. Kalau disosialisasikan semua, tentu makan waktu. Sosialisasi pun dibatasi pada 14 pasal krusial yang dikritisi banyak pihak.
Proses ini berjalan pararel dengan DPR, yang menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan dua elemen masyarakat. Yakni, Dewan Pers dan Ikatan Dokter Indonesia.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan Dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abu Rokhmad sepakat, sosialisasi ini perlu kian dimasifkan.
Ormas agama, juga perlu dilibatkan. Sebab, salah satu pasal yang sekarang masih dianggap kontroversial adalah penodaan agama.
“Jadi masih perlu dicermati agar tidak menyesal seumur-umur begitu nanti diundangkan,” tegasnya.
Dia mengatakan, pasal itu memang seharusnya ada untuk menjaga kebersamaan kemaslahatan dan kedamaian.
Masalahnya, selama ini pasal penodaan agama selama ini sering dianggap sebagai “pasal karet”, sama seperti pasal penghinaan Presiden. Tapi, pasal penodaan agama jauh lebih sensitif. Sebab, melibatkan keyakinan.
“Karena itu, catatan kami, pastikan bahwa pasal tentang penodaan agama itu harus dirumuskan secara hati-hati, karena menyangkut aliran kepercayaan,” ingat Rokhmad.
Menurutnya, supaya pasal penodaan agama tidak menjadi pasal karet, maka pasal harus betul-betul memenuhi unsur-unsurnya yang dipahami bersama. Selain itu, untuk mengimplementasikannya, aparat penegak hukum juga harus berhati-hati.
PBNU, kata Rokhmad, tak hanya menyoroti pasal tersebut. Pasal-pasal lain yang juga menuai kontroversi turut dicermati. (RMID)
Discussion about this post