“Jadi untuk laporan secara khusus soal manipulasi tanggal, memang tidak secara khusus dilaporkan kepada Ombudsman. Tapi ada dari beberapa laporan pengaduan, kami temukan adanya praktik-praktik seperti itu,” ungkapnya.
Senada disampaikan oleh akademisi Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa, Iron Fajrul Aslami. Ia mengatakan bahwa dalam persoalan Dinas PUPR, terdapat dua aspek yakni aspek administrasi dan aspek hukum.
“Sebenarnya ada dua aspek yah. Pertama aspek administrasi sendiri. Kedua jika ini ada akibat yang serius, ada orang yang dirugikan, maka bisa masuk ke ranah hukum. Kalau dari segi administrasi, tanggal dan sebagainya, mungkin karena kekhilafan manusia, itu masih bisa untuk diperbaiki secara administrasi,” ujarnya.
Namun berbeda dengan aspek hukum. Menurutnya, jika manipulasi tanggal pada dokumen kontrak adendum tersebut telah merugikan masyarakat, maka bisa masuk ke ranah pidana. Terdekat, pidana pemalsuan dokumen.
“Tapi kalau dokumen tersebut bisa merugikan orang lain, apalagi masyarakat, maka dari segi etika ataupun secara hukum administrasi, atau bisa jadi itu dokumen penting negara maka bisa masuk ke ranah pidana. Bisa masuk ke pemalsuan dokumen,” katanya.
Menurutnya, ranah hukum pidana dirasa merupakan permasalahan terakhir yang bisa timbul akibat dari manipulasi tanggal tersebut. Ia mengatakan, jika memang masih bisa diperbaiki secara administrasi, maka sebisa mungkin untuk diselesaikan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Menanggapi praktik manipulasi tanggal yang dilakukan oleh Dinas PUPR agar bisa mendapat dana pinjaman PT SMI, ia menuturkan bahwa yang harus menjadi fokus ialah penggunaan anggaran tersebut yang harus tepat sasaran.
“Dana dari PT SMI itu kan ketika sudah dipinjam maka menjadi dana daerah yah. Peruntukannya untuk kesejahteraan masyarakat. Kalau memang ternyata dalam pelaksanaannya itu menyimpang, maka sudah pasti itu masuk ke dalam ranah pidana,” tandasnya. (DZH/ENK)
Discussion about this post