Dikatakan Jubaedi, saat ini pihaknya akan melakukan identifikasi terhadap honorer di Kota Cilegon. Nantinya, ada yang masuk ke Outsourcing dan ada yang menjadi PPPK melalui proses seleksi.
“Yang kompeten, begitu kita ikut sertakan tentunya prioritas untuk PPPK, bagi yang tidak kita akan identifikasi juga, karena diluar itu ada kebijakan tentang alih daya (Outsourcing) yang masuk itu hanya 3, keamanan, kebersihan dan driver,” katanya.
Tentunya yang menjadi permasalahan, yakni honorer yang sudah masuk kualifikasi dan bisa mengikuti seleksi PPPK, akan tetapi tidak lulus. Jubaedi menjelaskan, pihaknya akan melakukan upaya untuk dapat diusulkan kepada pemerintah pusat sebagai tanggung jawab daerah.
Jubaedi mengungkapkan, opsi terakhir yang nanti akan dilakukan oleh Pemkot Cilegon bagi honorer yang tidak lolos seleksi PPPK, akan diakomodir dan diajukan kepada pemerintah pusat, untuk mendapatkan keringanan.
“Ada mekanisme yang bisa dilakukan melalui seleksi PPPK, tapi opsi terkahir bisa tidak pemerintah pusat memberikan mencontoh. Kita sudah jelas ada pendataan, karena mereka kan sudah bekerja bertahun-tahun,” jelasnya.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Pak wali juga kan mau memperjuangkan melalui Apeksi, bagaimana nasib honorer kedepan yang kalau di daerah bagaimana, tentunya ada edaran terlebih dahulu, sehingga tidak boleh lagi ada penerimaan honorer,” tandasnya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Nawa Said Dimyati, mengatakan bahwa penghapusan tenaga honorer merupakan permasalahan yang mendasar. Sebab, penghapusan tenaga honorer dapat berimplikasi pada terganggunya pelayanan kepada masyarakat. Sementara mengangkat semuanya menjadi PPPK, tidak mungkin.
“Penghapusan honorer itu memang akan menjadi problem mendasar, terkait dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Berbicara Banten, itu ada 17 ribu orang pegawai honorer. Kalau semuanya diangkat menjadi PPPK, maka tentu APBD tidak akan cukup,” ujarnya.
Agar tidak terjadi kekacauan dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, maka pihaknya mendorong kepada Pemprov Banten serta para tenaga honorer yang hendak memperjuangkan nasibnya, untuk dapat mendesak dilakukannya executive review kepada MenpanRB.