Bahkan, Dedy mengaku jika Ombudsman Banten pernah menerima keluhan dari sekolah-sekolah swasta terkait proses PPDB di sekolah negeri. Dedy memandang, Dinas Pendidikan setempat juga perlu mengajak diskusi dan berkolaborasi dengan sekolah-sekolah swasta yang ada.
“Dalam jangka panjang dan lebih luas, persoalan PPDB akan terus menjadi ancaman laten bagi kualitas Pendidikan di Banten. Sementara, masih banyak permasalahan pendidikan lainnya di Banten yang masih perlu diatasi bersama,” ucapnya.
Permasalahan pendidikan itu antara lain pemerataan kualitas pendidikan, ketimpangan infrastruktur pendidikan di Utara-Selatan, kurikulum, sarana prasarana, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, kompetensi guru, link and match dan lainnya.
“Kuncinya, mulai dari sekarang, semua pihak menahan diri dan bersama-sama menjaga PPDB demi memperkuat bagian ikhtiar memajukan pendidikan di negeri para ulama dan santri ini,” tegas Dedy.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin, pada kesempatan yang sama mengemukakan, salah satu temuan Ombudsman Banten atas penyelenggaraan PPDB tahun lalu. Temuan itu yakni pelanggaran terhadap ketentuan daya tampung siswa yang diterima oleh sekolah.
“Untuk diingat bersama, daya tampung ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat. Untuk memastikan bahwa sekolah dapat memenuhi SPM, jumlah siswa dalam satu rombongan belajar atau kelas yang dimiliki oleh sekolah sebagaimana diatur oleh Kementerian Pendidikan,” ujarnya.
Faktanya, Zainal menuturkan bahwa sesuai hasil investigasi khusus Ombudsman Banten, ketentuan daya tampung itu diabaikan oleh mayoritas SMA dan SMK milik pemerintah di Provinsi Banten.
“Kelebihan daya tampung ini terjadi khususnya di Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan yang jumlahnya mencapai hampir 4.000 siswa atau ada tambahan 30 rombel/kelas di luar ketentuan daya tampung sekolah,” terangnya.
Menurutnya, temuan itu cukup ironis, terlebih dengan adanya temuan sekolah yang memaksakan lebih dari 45 siswa per kelas. Bahkan ia menuturkan, sangat mungkin sekolah pada akhirnya menggunakan ruang laboratorium atau ruang perpustakan sebagai kelas untuk menampung siswa-siswa tersebut.
Discussion about this post