Mardani mengakui, dirinya memang menandatangani SK pengajuan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) karena memang sudah ada rekomendasi dari dinas. Hal itu menjadi dasar penerbitan SK.
Dalam rekomendasi itu dijelaskan bahwa semua proses pengajuan IUP sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Saya tidak akan memberikan tanda tangan seandainya tahu izin itu bertentangan dengan hukum,” tegas Mardani.
Mardani melanjutkan, sebelum menandatangani surat tersebut, telah ada paraf dari kepala dinas, yakni Dwijono Putrohadi, sehingga ia turut membubuhkan tanda tangannya.
“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia datang membawa SK ke saya,” beber Mardani yang kala itu menjabat bupati Tanah Bumbu Periode 2010-2015.
“Setelah diparaf oleh kabag Hukum, kemudian bia asisten atau sekda maka saya menyatakan bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan aturan dan makanya saya memberikan tanda tangan. Kalau tidak sesuai dengan aturan, harusnya proses itu tidak sampai ke meja saya,” tambah Mardani.
Mardani pun kembali menegaskan, dirinya tak ada sangkut pautnya dengan persoalan yang terjadi pada 2011 tersebut. Saat itu pengajuan IUP dinyatakan bebas tanpa ada masalah. Termasuk saat diverifikasi oleh Pemprov Kalimantan Selatan hingga pusat.
“Dibawa ke Provinsi, dan provinsi menyatakan tak ada masalah saat itu. Dibawa lagi ke Kementerian ESDM, diverifikasi lagi sesuai aturan dan telah keluar (dokumen) Clear and Clear, berarti permasalahan itu tidak ada,” lanjutnya.
CnC yang dimaksud Mardani, tidak tumpang tindih dan izinnya sesuai peraturan. Artinya, IUP yang dinyatakan CnC adalah IUP yang status izinnya sudah benar, tidak menyalahi aturan. Wilayah izin usaha pertambangannya tidak tumpang tindih dengan perusahaan/IUP lain dan kawasan konservasi alam.
Saat Mardani bersaksi, di luar ruang sidang, ribuan massa dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kalsel. GP Ansor dan Banser, serta pengurus HIPMI Kalsel dan Pusat hadir langsung menyaksikan jalannya persidangan.
Discussion about this post