Diserang Imin seperti itu, pihak BPIP tidak ambil pusing. Menurut Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, sifat Imin memang suka begitu. “Kalau Cak Imin itu biasa lah. Itu otokritik. Intinya, kritik kita terima sebagai koreksi untuk memperbaiki kinerja BPIP,” ucap Benny.
Mengenai kinerja Yudian yang dianggap tidak efektif, Benny beralasan, upaya rekonsiliasi anak bangsa yang terbelah di tengah cepatnya arus teknologi dan digitalisasi, tak mudah. “Tapi kita jembatani, rekonsiliasi akan kita lakukan. Memang itu nggak gampang, harus kita akui. Orientasi BPIP bagaimana sinergi dengan lembaga terkait dan melakukan kerja gotong royong,” jelasnya.
Benny menambahkan, situasi saat ini sangat berbeda dengan Orde Baru. BPIP belum memiliki kekuatan sampai ke akar rumput. Tak seperti Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) yang dibentuk Orde Baru. Kala itu, BP7 memiliki struktur hingga tingkat kabupaten.
“Kita memiliki tugas koordinasi dan itu tak gampang dalam situasi demokrasi seperti sekarang. Dan BPIP tak punya kekuatan sampai ke akar rumput seperti zamannya BP7. Ada perbedaan itu,” terang dia.
Benny memastikan, BPIP terus berupaya menjalankan fungsinya secara optimal. Salah satunya lewat jalur pendidikan. BPIP telah membuat kegiatan dan pendidikan mengenai aktualisasi nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat. Contohnya, BPIP akan menghidupkan kembali Pancasila sebagai mata pelajaran dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi mulai Juli 2022. “BPIP telah menyiapkan materinya dan animasi agar materi mudah diterima anak-anak,” ulas Benny.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurniasyah menilai, kritik Imin sudah tepat. Dia setuju, Yudian pantas dicopot. “Yudian tidak perform, dan tidak berhasil memperkuat implementasi dan pemikiran Pancasila, sehingga sah saja didorong untuk mundur,” ucapnya. [UMM]