Ketiga prioritas tersebut sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan direfleksikan di dalam resolusi MU-PBB. Dengan deliberasi tersebut, Indonesia menganut prinsip non-blok.
Non-blok tidak boleh diartikan sebagai netral tau tidak berpihak. Non-blok adalah berpihak kepada kepentingan nasional Indonesia. Hal demikianlah yang menjadikan Indonesia mengambil keputusan untuk mendukung resolusi PBB.
Dampak Ekonomi
Pembicara ketiga Bagas Hapsoro menyatakan bahwa konflik kantara Rusia dan Ukraina secara pelan namun pasti mempengaruhi ekonomi global. Hal ini bisa dilihat dari dampak sanksi keuangan, harga komoditas, dan gangguan rantai pasokan bahan makanan pokok.
Sangat ironis di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat karena Covid-19, malah dikhawatirkan terjadi inflasi akibat perang.
E-Paper BANPOS Terbaru
Dengan demikian posisi Indonesia di PBB adalah sangat relevan mengingat penghentian permusuhan dan penyelesaian secara damai adalah syarat mutlak untuk memulai hubungan dan kerja sama ekonomi internasional.
Apalagi posisi perdagangan Indonesia dengan Rusia maupun dengan Ukraina mengalami surplus maka peluang Indonesia masih ada.
Upaya ini perlu dilakukan dengan peningkatan ekspor minyak sawit, kopi, kopra, mentega kako dan beberapa komoditas lainnya.
“Diharapkan hal ini dapat memperbaiki hubungan perdagangan Indonesia Rusia. Hal lain yang perlu dijadikan sebagai langkah awal adalah perlunya mengkaji beberapa persetujuan perdagangan bebas,” kata Bagas.
Salah satu komentator adalah Dr Romie Octovianus Bura (Dekan Unhan 2017-2021). Ia menyoroti Polugri yang bebas aktif demi kemandirian pertahanan. Hal ini sangat esensial mengingat dengan menjadi anggota suatu blok pertahanan maka Indonesia dapat ditekan oleh negara adidaya, misalnya melalui embargo senjata.
“Dalam hal ini, peningkatan kualitas SDM kunci dalam pertahanan agar mampu menjadi tuan rumah sendiri. Bukan SDM yang hanya mengoperasikan atau mengaplikasikan teknologi dari luar,” pungkasnya. [MEL/RM.id]