“Saking banyaknya, dulu laut di sekitar Otaru putih, karena sperma ikan herring yang banyak tersebar saat musim kawin,” ungkapnya.
Lebih lanjut, karena masifnya penangkapan ikan herring dulu, Pemerintah membangun kanal sepanjang 1,14 km, untuk mengurangi kemacetan kapal-kapal penangkap ikan yang akan berlabuh di Otaru. Kanal itu diberi nama Kanal Otaru. Jadi, kapal-kapal bisa berlabuh dan mendaratkan ikan hingga masuk ke daratan.
Kini, kanal itu tak lagi jadi akses untuk mendaratkan ikan. Saat ini, kata Moriari, kanal dipakai untuk perjalanan kapal-kapal yang lebih kecil, yang disebut sebagai pesiar. Kapal-kapal itu ditambatkan di sisi-sisi kanal, dan baru berjalan jika ada wisatawan atau warga yang ingin “berpesiar”.
Saat ini, lebar kanal sekitar 20 meter, dari sebelumnya 40 meter. Saat pertama kali dibangun dan digunakan, Kanal Otaru terlihat sangat terawat, dengan air jernih, tanpa kotoran. Lampu-lampu di pinggir kanal, yang menyala temaram di malam hari, seakan menghangatkan Kota Otaru yang masih berselimut salju.
“Buat yang mau berpesiar di kanal ini, bisa menaiki kapal selama 40 menit,” katanya.
E-Paper BANPOS Terbaru
Selain wilayah pesisir, Moriai juga mengajak peserta program Jenesys berkunjung ke Jalan Sakaimachidori, di pusat Kota Otaru. Di sepanjang jalan itu berjejer berbagai toko yang menjajakan berbagai hal, mulai dari makanan khas seperti ikan laut segar, hingga peralatan berbahan kaca. Selain ikan, Otaru memang juga dikenal sebagai Kota Kaca.
Jalan Sakaimachidori hari itu sepi. Tumpukan salju masih terlihat di pinggir-pinggir jalan. Agar orang dan kendaraan bisa lewat dengan leluasa, Pemerintah setempat menaburkan garam dan pasir di atas salju.
Dia menjelaskan, dulu para nelayan tradisional di Otaru, menangkap ikan menggunakan api yang diletakkan di dalam bola kaca. Gunanya, untuk menarik ikan-ikan herring sehingga mudah ditangkap. Kini, kaca-kaca seperti itu dijual sebagai cinderamata.
Untuk mempromosikan kerajinan kaca di Otaru, sejumlah toko juga kerap mengadakan workshop. Jadi, kata Moriai, pengunjung-pengunjung yang datang bisa membuat sendiri bentuk yang mereka sukai dari bahan kaca. “Di tokonya ada mesin untuk melelehkan kaca, dan mesin untuk membentuknya,” ucapnya. [PYB/RM.id]