Organisasi PBB yang memberikan bantuan kemanusiaan dan fokus pada perkembangan kesejahteraan jangka panjang terhadap anak dan ibunya di negara-negara berkembang – melaporkan, lebih dari 1 juta anak telah meninggalkan Ukraina, sejak Rusia menginvasi negara tersebut pada 24 Februari lalu.
“Sedikitnya 37 anak tewas dan 50 luka-luka dalam serangan tersebut,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell seperti dikutip Reuters, Rabu (9/2).
Russell mengaku sangat ketakutan, mendengar laporan serangan terhadap rumah sakit anak-anak di Mariupol, Ukraina.
Serangan udara Rusia disebut telah mengubur pasien di dalam reruntuhan puing-puing. Meski ada gencatan senjata yang disepakati.
“Serangan ini menggarisbawahi dampak mengerikan perang terhadap anak-anak dan keluarga Ukraina,” ujar Russell.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut aksi serangan Rusia sebagai kekejaman. Meski ada kesepakatan gencatan senjata, yang memungkinkan ribuan warga sipil yang terperangkap di kota melarikan diri.
Dewan Kota Mariupol mengatakan, rumah sakit anak tersebut telah beberapa kali terkena serangan udara, sehingga mengalami kehancuran “kolosal”.
Di lain pihak, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, pasukan Rusia tidak menembak sasaran sipil.
Lebih dari 2 juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi pada 24 Februari.
Moskow menyebut tindakannya sebagai “operasi militer khusus” untuk melucuti senjata Ukraina, dan mengusir para pemimpin yang disebutnya neo-Nazi.
Mayoritas warga yang melarikan diri dari Ukraina adalah wanita dan anak-anak. Karena pemerintah Kiev memerintahkan pria berbadan sehat untuk tetap berada di rumah, membela Tanah Air.
Situasi perang telah mengucilkan Rusia secara ekonomi, serta menarik kecaman internasional yang hampir universal
Selasa (8/3) lalu, Amerika Serikat telah melarang impor minyak Rusia. Sementara berbagai perusahaan Barat, dengan cepat menarik diri dari pasar Rusia. [HES]
Discussion about this post