Adapun jabatan Plt Sekda Banten akan berakhir pada tanggal 24 Februari 2022 mendatang. Al muktabar mengaku masih mengklaim dirinya sebagai Sekda Banten devinitif.
“Saya menjamin tidak ada kekosongan jabatan Sekda Provinsi Banten, karena surat keputusan bapak presiden terhadap sekda devinitif sampai hari ini masih berlaku,” kata al Muktabar.
Plt Kepala Biro Hukum Banten, Hadi hingga berita ini diturunkan tidak merespon pesan tertulis dan telpon BANPOS.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum dihubungi melalui telpon genggamnya, mengatakan langkah Al Muktabar yang melaporkan WH ke PTUN merupakan catatan negatif di pemerintahan.
“Kalau Al Muktabar ini merasa sakit hati, dan melakukan gugatan misalnya ke PTUN, ini kan bisa jadi preseden buruk. Makanya sekali lagi , gubernur segera sampaikan kepada publik, biar persoalan sekda ini tak menghambat kepentingan masyarakat kedepannya,” katanya.
Oleh karena itu poitis PDI P ini meminta Al Muktabar dan WH menyampaikan kepada masyarakat atas polemik jabatan Sekda yang diisi oleh dua orang.
“Selama ini masyarakat dibuat bingung dengan adanya dua sekda. Saya pribadi sampai sekarang belum mendapatkan kejelasan pasti maupun mendapatkan penjelasan langsung dari Pak Al Muktabar dan Pak Wahidin selaku gubernur, kenapa ada Plt Sekda, sementara Sekda Devinitifnya masih ada. Iya kita kan tahu kalau Pak Al Muktabar itu diangkat berdasarkan SK Presiden, dan sampai sekarang saya tahu persis SK Pemberhentian Sekda (Al Muktabar) belum ada, dan sekarang Pak Gubernur menunjuk Pak Muhtarom sebagai Plt Sekda Banten,” katanya.
Ia menjelaskan, secara de jure atau pada prinsipnya, Sekda Banten yang masih resmi adalah Al Muktabar, sementara de facto atau pada prakteknya, WH telah menunjuk Muhtarom sebagai Plt. “Saya tidak berpihak pada siapapun. Hanya ingin ada kejelasan saja. Banyak sekali masyarakat bertanya ke saya menyampaikan apa yang saya tahu. Makanya saya minta agar Pak Al Muktabar dan Pak Gubernur menyampaikan pendapat maupun alasanya,” katanya.
Diakuinya, akibat adanya polemik dua sekda ini suasana pemerintahan terlihat terganggu. “Saya tidak mau karena persoalan jabatan sekda menganggu kepentingan masyarakat. Proses pembangunan jadi terhambat. Apalagi saya mendapat informasi kalau Mendagri (Tito Carnavian) berkirim surat ke gubernur (WH) agar menempatkan kembali Pak Al Muktabar sebagai Sekda Banten, tapi sampai sekarang belum dijawab oleh gubernur. Kalau memang informasi itu benar adanya kenapa bisa seperti ini,” ungkapnya.
Barhum berharap dengan adanya keterbukaan WH maupun Al Muktabar atas jabatan Sekda Banten, proses penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. “Kalau memang Al Muktabar sudah resmi tidak lagi sebagai sekda dan penunjukan Plt Sekda Banten (Muhtarom) sampaikan kepada publik oleh gubernur apa saja aturan yang membenarkan itu, sampaikan saja ke masyarakat. Kalau benar, tentu saya juga akan mendukung langkah gubernur,” jelasnya.
Namun jika langkah WH menunjuk Muhtarom sebagai Plt salah , dan berujung pada upaya gugatan oleh Al Muktabar, maka hal tersebut sangat disesalkan.
Sementara itu, Gubernur Banten WH mengungkapkan ada dua alasan dirinya menyetujui pengunduran Al Muktabar, meskipun sampai saat ini Presiden Jokowi belum mengeluarkan SK tentang Pemecatan Al Muktabar sebagai Sekda Banten, Pernyataan WH tersebut diungkapkan pada tayangan BANTENPodcast di Youtube berdurasi 36 menit 23 detik dengan pembawa acara Akademisi dari Untirta Serang, Ikhsan Ahmad.
Ikhsan dengan santai menanyakan kepada WH tentang pokok persoalan yang mengakibatkan Al Muktabar mundur. Pertanyaan tersebut dilontarkan Ikhsan menginggat selama ini masyarakat masih bertanya-tanya.
“Sampai kemarin, Pak Al Muktabar tidak mau memindahkan status kepegawaian ke pemprov (dari Kemendagri),” kata WH menjawab peranyaan Ikhsan.
Dikatakan WH, status kepegawaian itulah yang menjadi alasan pertamanya. Karena dengan tidak mau berpindah sebagai pegawai pemprov, komimtmen Al Muktabar untuk memajukan Provinsi Banten diragukan.
“Saya menilai ada pertanggungjawaban moral. Kalau seorang yang sudah menyatakan diri. Disumpah menjadi pegawai (ASN) dimanapun, dimana ia berada konsekwensinya harus dipindahkan (status kepegawaian). Apalagi dia (Al Muktabar) disini jabatanya tinggi, harus menunjukan dan memberikan contoh kepada staf maupun yang lainnya. Karena itu suatu keharusan sebagai pegawai. Kalau memang Pak Al memiliki keinginan yang kuat dan termotivasi bahwa dia siap untuk mengabdikan ke Banten, selesaikan. persoalan ini (status kepegawaian) ujarnya.
Dari sikap keras kepala Al Muktabar yang tetap keukeuh menjadi pegawai Kemendagri, dengan sumber gaji dari APBN dan Tunjangan Kinerja (Tukin) dari APBD Banten ini diakui WH sidah dipantaunya selama dua tahun lebih.
“Tunjangan disini, gaji dari sana (pusat). Ini kan bukan masalah tunjangan dan gaji tapi pada soal komitmen. Dia tidak mau memindahkan status kepegawaian disini karena saya melihat secara psikologis, apa dia (Al Muktabar) bersungguh-sungguh. Apa betul-betul ingin mendedikasikan, mengabdikan dirinya untuk Banten. Apakah kalau soal tunjangan disini, apakah hanya ingin mencari tunjangan. Ini yang menjadi banyak pertanyaan saya. Saya ikhlaskan diri saya untuk masyarakat, saya korbankan waktu dan tenaga saya secara otomatis, saya tinggalkan dari DPR RI menjadi gubernur,” ungkapnya.
Dan alasan kedua yang diungkapkan oleh WH, adalah, Al Muktabar dalam bekerja sangat lamabat, ditambah tidak mendukung program-progam dirinya sebagai gubernur.
“Kinerja. Masalah kinerja sangat terjadi pelambatan pada pelayanan administrasi, baik dalam pengelola keputusan maupun suporting dalam keputusan kepala daerah (gubernur). Ini 2 hal ini,” katanya.
Namun sebenarnya lanjut WH, ada banyak alasan yang membuat dirinya tak nyaman bekerja dengan Al Muktabar. Akan tetapi pihaknya tak ingin menympaikan secara detail lagi.
“Tapi banyak hal yang tidak bisa saya sampaikan. Tapi dua hal ini menjadi catatan saya. Itu saja masyarakat bisa menilai secara objektif . Dan saya sebagai User, tentunya ini menjadi persoalan,” ujarnya.
Discussion about this post