SERANG, BANPOS – Pembuat 103 surat perintah kerja (SPK) proyek bodong di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Banten dengan nilai miliaran rupiah dipecat dari pekerjaanya. BM yang disebut-sebut oleh Forum Pengusaha Palka (FPP) memberikan SPK bodong dan diduga meminta setoran uang proyek sebesar 20 persen merupakan pegawai Non PNS atau tenaga kerja kontrak (TKK), ternyata sudah tidak lagi tercatat sebagai pegawai honorer di DPUPR Banten.
Plt Kepala Dinas PUPR Banten Arlan Marzan dihubungi melalui pesan tertulisnya mengungkapkan BM, sudah tidak lagi bekerja di OPD yang dipimpinanya. Namun sayangnya Arlan tak merinci sejak kapan BM dipecat.
“Diberhentikan (BM). Sesuai rekomendasi inspektorat,” kata Arlan singkat.
Arlan yang saat ini tengah menunggu pelantikan resmi dirinya sebagai Kadis PUPR Banten devinitif ini mengungkapkan, dengan kejadian adanya pemeriksaan resmi dari FPP oleh inspektorat berharap kedepan tidak ada lagi oknum yang berani mengeluarkan SPK bodong resmi dengan kop surat pemprov dan sejumlah nama serta tandatangan pejabat eselon II, III dan IV.
“InsyaAllah lewat sosialisasi melalui biro barjas (barang dan jasa) dan pemberitaan-pemberitaan sebelumnya, pengusaha sudah paham bahwa pelaksanaan pemilihan penyedia jasa sudah 100 persen melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Sudah tidak lagi manual,” jelasnya.
Tokoh Masyarakat yang juga Aktivis KP3B, TB Mochammad Sjarkawie, mengungkapkan pemecatan DM dari pekerjaannya belum dapat dikatakan penyelesaian. Efek jera terhadap oknum-oknum yang telah berani secara terang-terangan menjanjikan, meminta bahkan membuat SPK bodong lengkap dengan lambang pemprov dan pemalsuan tandatangan para pejabat di Dinas PUPR Banten harus dituntaskan secara menyeluruh.
“Saya rasa pemberhentian DM dari TKK di DPUPR sesuai rekom dari inspektorat tidak menggambarkan rasa keadilan dan pembelajaran yang baik kepada masyarakat,” katanya.
Harusnya lanjut Sjarkawie, Pemprov Banten dan pengusaha yang tergabung dalam FPP melaporkan pihak-pihak terkait kepada aparat penegak hukum (APH), agar dikemudian hari tidak ada lagi kasus-kasus serupa atau keluarnya SPK bodong.
Discussion about this post