Presidium KMS Banten lainnya, Hunainah, mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat prihatin dengan kondisi lingkungan yang hanya bungkam akan keadaan. Hari Selasa tanggal 18 Januari, ia berkesempatan untuk berkunjung ke rumah korban.
Namun, ia mengaku kecewa dengan pihak-pihak yang lebih banyak bungkam, ketimbang mengungkapkan kronologi kejadian. Bahkan, Ketua RT, bibi korban, bahkan korban sekalipun diungsikan oleh sang bibi bernama Titin.
“Sangat sedikit informasi yang kami dapatkan, padahal, kalau saja masyarakat terbuka dengan hal ini, sangat diyakini bahwa kedepan akan meminimalisir korban kekerasan seksual,” katanya.
Ia bersama dengan pendamping dari DP3AKB Kota Serang dan LPA Kota Serang, akan melanjutkan proses hukum dengan disertai bukti-bukti dan hukum yang berlaku. Ia juga menyayangkan adanya pernikahan yang dilangsungkan pada Senin malam, oleh salah seorang ustadz setempat, yang dimana pernikahan tersebut lemah hukum baik hukum syariat maupun hukum negara.
“Saya diberi informasi bahwa semalam (kemarin, red), korban dinikahkan oleh ustadz, ini sangat tidak bisa diterima. Karena kami memikirkan perasaan korban, masa mau disatukan dengan pelaku yang besar kemungkinan membuatnya trauma,” ucapnya.
Bahkan, pihaknya tidak akan berhenti sampai kunjungan hari itu saja. Secara persuasif, bersama tim lainnya, ia berupaya mengorek informasi lebih lanjut, untuk memperkuat bukti kepada pihak kepolisian.
“Seharusnya pihak kepolisian juga menilai bagaimana seharusnya penanganan kasus perkosaan ini ditangani, saya juga menyayangkan kepada oknum yang terlibat dalam keberlangsungan pernikahan antara korban dengan tersangka. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, agar tidak ada lagi korban kekerasan kepada perempuan, terlebih ini dalam kondisi difabel,” tandasnya.
Dosen Pidana Fakultas Hukum UNPAM, Halimah Humayrah Tuanaya, menyebutkan bahwa Polres Serang Kota keliru telah membebaskan dua tersangka perkosaan. Ia menyampaikan, perkosaan merupakan delik murni, bukan delik aduan.
Discussion about this post