Nuri mengaku, moderasi beragama terus disulut hingga alam sadar publik mengetahui bahwa inilah pilihan dalam konteks beragama, pilihan politik dalam konteks kemasyarakatan. Bahwa ketika muncul ada isu terkait dengan adanya ayat-ayat jihad yang berujung pada radikalisme, ada juga ayat-ayat moderasi yang bisa disampaikan kepada masyarkat.
“Iniloh pilihan-pilihannya, bahwa saat ini bukan lagi zaman perang. Tapi sedang bagaimana Islam menemukan dalam vitalnya kekuatan yang rahmatan lil’alamin,” ucapnya.
Ia menyebut bahwa radikalisme sudah tidak berlaku lagi, ketika manusia sudah menemukan harmoninya. Radikalisme tidak lagi menemukan alat vitalnya, ketika masyarakat sudah mengalami kerukunan.
“Kerukunan itu munculnya dari pemahaman wasathiyah dan moderasi beragama, dan Ansor mengampanyekan terus menerus di ruang-ruangnya, baik dikaderisasi, di publik dan dimanapun,” ungkapnya.
Namun, sebelum GP Ansor menyampaikan kepada masyarakat tentang moderasi beragama, terlebih dahulu diberikan materi moderasi beragama di berbagai tingkatan perkaderan GP Ansor. Diberikan pemetaan radikalisme di Banten, ketika di suatu wilayah terindikasi ada radikalisme, di sana akan digencarkan kaderisasi.
“Mereka (radikalis) tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun, karena itu sudah menjadi ideologi. Radikalisme sudah menjadi ideologi, dan itu pilihan bagi mereka, kalau kita diam wait and see dalam gerakan, energi kita akan habis ketika tidak disalurkan. Oleh karena itu Ansor memulai di 2021 ini menyisipkan materi moderasi agama, agar memahami bagaimana makna moderasi, melawan radikalisme dengan pola moderasi,” tandasnya. (MUF/AZM)
Discussion about this post