“Setelah mendengar permintaan dari terdakwa, kemudian saksi Hartanto menyampaikan bahwa saat itu ia hanya memiliki uang sebesar Rp40 juta dan meminta untuk dicicil, yang kemudian terdakwa pun menyetujuinya,” ungkapnya.
Secara bertahap, Hartanto pun membayar suap tersebut kepada Uteng dengan rincian pembayaran Rp20 juta, Rp20 juta dan Rp50 juta melalui transfer rekening. Namun karena Hartanto tidak memenuhi mahar sebesar Rp250 juta dan hanya memberikan sebesar Rp130 juta, Hartanto tidak mendapatkan hak pengelolaan parkir di pasar Kranggot.
Usai gagal dalam transaksi dengan Hartanto, Uteng kembali mendapatkan calon ‘pembeli’ izin pengelolaan parkir di pasar Kranggot yakni Mohammad Faozi Susanto. Berbeda dengan Hartanto yang hanya dibandrol mahar sebesar Rp250 juta, Uteng membandrol mahar kepada Mohammad Faozi sebesar Rp600 juta untuk bisa mengelola parkir di pasar Kranggot.
Pada pertemuan di salah satu rumah makan di Kota Cilegon, terjadi tawar menawar antara Uteng dengan Mohammad Faozi, hingga akhirnya disepakati bahwa mahar yang harus dibayarkan hanya sebesar Rp400 juta dengan dibayar bertahap yakni Rp300 juta dan Rp100 juta.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang – Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP,” tandasnya.(DZH/PBN)
Discussion about this post