“Permusyawaratan di dalam sebuah lembaga yang inklusif dalam ketatanegaraan Indonesia kontemporer, yang paling ideal dan mendekati cita para pendiri negara-bangsa, adalah melalui MPR. MPR dinilai sebagai lembaga negara yang paling tepat untuk merumuskan PPHN, karena beranggotakan seluruh anggota DPR dan DPD, yang dapat merepresentasikan kedaulatan rakyat. MPR tidak sekadar representasi rakyat Indonesia secara keseluruhan, tapi juga representasi rakyat di seluruh daerah,” jelas Bamsoet.
Staf Ahli Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Bidang Hubungan Kelembagaan Diani Sadiawati menuturkan, China, Malaysia, Singapura merupakan beberapa negara yang memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang. Sementara Indonesia, urai dia, penyusunan perencanaan pembangunan dilakukan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
“Langkah MPR yang akan merumuskan dan menetapkan PPHN, sejalan dengan arahan SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yang mengedepankan prinsip No one left behind yang bermakna tidak ada satupun yang tertinggal, terlupakan atau terpinggirkan. Sebab, keberadaan MPR sangat lengkap, terdiri dari anggota DPR dan DPD,” tutur Diani.
Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menambahkan, MPR akan menjadi lembaga perwakilan yang inklusif dan berperan secara efektif dalam merumuskan dan menetapkan PPHN, bila keterwakilannya mencerminkan representasi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Karenanya, selain terdiri dari anggota DPR yang berasal dari partai-partai politik, harus ada Utusan Golongan (UG) dan Utusan Daerah (UD).
“Semua anggota MPR yang berasal dari DPR, harus dipilih melalui pemilu yang demokratis, fair, dan terbuka. Sementara semua anggota yang berasal dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah ditunjuk berdasarkan meritokrasi oleh kelompok/institusinya masing-masing, bukan oleh eksekutif seperti eranya Bung Karno dan Pak Harto,” terang Kiki Syahnakri.[ONI/TIM/PBN/RMID]
Discussion about this post