“Untuk hibah Ponpes ini adalah perintah langsung oleh Gubernur ke Ponpes pada bulan Mei, tidak melalui FSPP,” katanya.
Namun saat dimintai keterangan lebih lanjut soal keterlibatan FSPP dalam pendistribusian dana hibah Ponpes, ia mengaku baru mengetahui tanggal 20 Mei 2018 saat dirinya menjadi pendamping. Saat itu ia pertama kali melihat dokumen naskah Pergub nomor 49 tahun 2017 tentang hibah Ponpes di bagian lampiran penjabaran, berbeda saat dirinya masih menjadi TAPD.
“Saya baru tahu pendistribusian bantuan melalui FSPP tanggal 20 Mei. Saat saya menjadi pendamping (pensiun) dan itu pertama sekali saya melihat dokumen (Pergub) hibah ponpes, tapi lampiran penjabaran Gubernur itu berbeda,” jelasnya.
Sebelumnya, ia hanya mengetahui bahwa dalam lampiran itu dinyatakan realisasi dana hibah ponpes dilaksanakan oleh Kesra. Tetapi dalam naskah lampiran, disebutkan bahwa FSPP ditunjuk sebagai lembaga penerima dan penyalur dana hibah ke pesantren-pesantren.
“Setelah itu saya tidak tahu lagi, karena bulan Juli saya sudah pensiun,” ucapnya.
Sebelumnya, dari nilai Rp66 miliar hibah 2018, rinciannya yakni untuk operasional rutin sekretariat FSPP banten Rp3,8 miliar dan program pemberdayaan 3.122 ponpes dengan besaran masing-masing Rp20 juta dengan total Rp 62 miliar. Namun dalam dakwaan JPU kegiatan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh FSPP. Sementara untuk pelaksanaan hibah ponpes 2020, negara mengalami kerugian Rp5,3 miliar dari Rp117 miliar total anggaran.
“Intinya, instruksi hibah Ponpes adalah instruksi top-down. Lampiran 3 dalam Pergub Ponpes adalah bentuk operasional dana hibah untuk ponpes. Tetapi tanggal 20 Mei saya diperiksa di kejati, saya melihat tidak sesuai antara proses diawal dengan Pergub. Konteks dalam lampiran diluar konteks pembahasan APBD,” tandasnya.
Saksi lainnya, mantan Sekda Banten, Ranta Soeharta mengungkapkan, hibah ponpes sudah berdasarkan aturan, karena dana hibah Ponpes sudah diverifikasi, maka dirinya membuat rekomendasi usulan langsung ke Gubernur.
Discussion about this post