FENOMENA bancakan anggaran pendidikan dinilai lantaran pelaksanaan anggaran yang besar tersebut dilaksanakan dengan karut marut. Padahal jika pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dan kembali pada ide awal penganggaran 20 persen untuk pendidikan, seharusnya celah untuk melakukan bancakan tersebut akan tertutupi dengan sendirinya.
Hal tersebut disampaikan oleh Akademisi sekaligus Pengamat Pendidikan, Eni Suhaeni. Ia mengatakan bahwa penyimpangan yang terjadi pada pengelolaan anggaran pendidikan, membuktikan bahwa pelakunya tidak memiliki malu seperti halnya binatang.
“Pendidikan dijadikan sebagai bahan bancakan, aneh kan? Gak usah pakai perspektif yang dalam, cukup permukaan saja. Pendidikan itu kan proses untuk memanusiakan manusia. Di dalamnya itu manusia harus malu, tidak seperti binatang. Kenapa harus ada penyimpangan,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Menurutnya, memang banyak fasilitas yang dibangun maupun diadakan untuk menunjang pendidikan, namun tidak bertahan lama. Hal itu lantaran para penyedia maupun oknum yang bermain dalam pengerjaan tersebut, tidak tahu malu dalam mengambil ‘keuntungan’.
“Banyak fasilitas yang dibangun, setelahnya hilang. Kan pajak 15 persen misalnya, atau dikurangi ongkos konstruksi berapa. Tapi kan tidak seekstrem itu. Ini kan yang dipakai untuk pembangunan 40 persen, yang dimasukkan ke kantong itu 60 persen. Ya hancur lah itu,” ucapnya.
E-Paper BANPOS Terbaru
Eni mengatakan, setiap ide yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan harusnya memiliki nilai-nilai pendidikan dan dalam kerangka pendidikan. Termasuk dalam melakukan pembangunan, hingga pengadaan sarana-prasarana penunjang pendidikan.
“Pendidikan itu dari idenya saja sudah harus mendidik. Dari mulai ide melakukan pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana di dunia pendidikan, itu harus berisi nilai pendidikan. Tapi ini idenya saja sudah kotor, idenya sudah korup. Dimana letak pendidikannya,” jelasnya.
Menurutnya, pendidikan di Provinsi Banten maupun di Indonesia umumnya, tidak akan pernah bisa maju selama para pejabat yang mengelolanya tidak bekerja berdasarkan nilai-nilai pendidikan. Lebih parahnya lagi, nilai-nilai buruk tersebut justru akan menular kepada peserta didiknya.