Terpisah, Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada juga mempertanyakan pelantikan itu. Ia menuding, janji politik WH untuk melakukan reformasi birokrasi terbukti hanya bualan belaka. Hal ini terlihat dari kacaunya rotasi dan pengisian jabatan di berbagai dinas instansi.
“Pelantikan yang dilakukan beberapa waktu terakhir ini nampak sangat sekehendak hati, tanpa memperhatikan aspek kompetensi, regulasi dan ketelitian,” katanya.
Pertama, proses open bidding atau lelang jabatan hanya menghamburkan anggaran, sebab hasilnya diabaikan. Kedua, rotasi dilakukan tertutup, sebab dua kali pelantikan, daftar nama pejabat yang dilantik di masing-masing dinas/instansi tidak di-publish, serba gaib.
“Ketiga, aspek kompetensi sama sekali diabaikan. Sebagai contoh, seorang instruktur menjahit di BLKI menjadi pejabat pengawas di lingkungan Disnakertrans. Banyak jabatan yang diemban seseorang tidak linier dengan basis keilmuan dan keahliannya,” katanya.
Kemudian, keempat, seorang EE sudah jelas pindah menjadi ASN pemerintah pusat yang ditempatkan di Satker BKKBN Bantul, Yogyakarta. SK kepindahannya tertanggal 1 Maret 2021 dan diterima oleh EE pada bulan April 2021. Pada pelantikan beberapa hari yang lalu EE justru dipromosikan BKD menjadi eselon IV di BPMD Banten. Padahal semestinya berbasis Simpeg.
“Mengutip seorang ASN di lingkungan Pemprov Banten, “Ini pelantikan teraneh sepanjang sejarah pemprov Banten”. Ada pula kalimat “Penempatan tidak sesuai dengan kualifikasi geus teu (sudah tidak, red) aneh. Tuh ada bidan di Samsat”, mengisyaratkan betapa bobroknya pengelolaan birokrasi di Pemprov Banten,” kata Uday.
Kelima, seorang pejabat di lingkungan Inspektorat, ditempatkan di lingkungan Dinas Kelautan dan Perikanan. Padahal ada aturan yang mensyaratkan harus mendapat rekomendasi dari Kemendagri.
Kepala Bapaerjakat yang juga Sekda Banten Al Muktabar dihubungi melalui teleponnya tidak merespon. Begitu juga Kepala BKD Banten, Komarudin.(RUS/ENK)
Discussion about this post