Ia pun menjelaskan mengenai kasus yang menjerat kliennya tersebut. Ia mengatakan, pengadaan masker tersebut berbeda dengan pengadaan pada umumnya. Pengadaan itu dilakukan pada saat darurat atau kejadian luar biasa.
“Ini kan seperti pada situasi peperangan yah. Jadi memang langkah cepat itu harus diambil. Yang menaikkan harga pun bukan klien kami, tapi memang ada pihak lain yang lebih bertanggungjawab,” tuturnya.
Di sisi lain, ia menuturkan bahwa perubahan harga tersebut tidak sekonyong-konyong dilakukan. Menurutnya, perubahan harga dilakukan lantaran ketersediaan barang yang langka sehingga membuat harga di pasaran pun meroket.
“Ini tidak sekonyong-konyong dinaikkan harganya. Apalagi ada tujuan-tujuan tertentu. Ini karena barang yang tersedia itu tidak ada, sehingga harga itu menjadi mahal. Kalau tidak diambil, khawatir barang itu nanti tidak ada,” tuturnya.
Ia mengatakan, hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar terjadi. Apalagi dalam ilmu ekonomi pun hal tersebut memang diakui sebagai mekanisme pasar. Apalagi ia mengklaim, saat itu barang di pasaran memang tidak ada, bukan hanya langka.
“Pada saat itu pun memang masker sangat langka kan. Masker biasa yang normalnya seharga Rp30 ribu satu pak misalkan, dibeli meskipun harganya menjadi Rp300 ribu. Itu karena memang menjadi kebutuhan,” terangnya.
Selain itu, dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang juga dirubah menjadi UU Nomor 2 tahun 2020, disebutkan bahwa tidak dianggap sebagai kerugian negara untuk segala kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan penanganan Covid-19.
“Dan itu juga ada turunannya lagi, dalam situasi darurat itu tidak perlu ada harga standar. Dan faktanya memang pada saat itu tidak ada harga standar masker yang dipersoalkan itu,” ucapnya.
Berdasarkan UU nomor 2 tahun 2020 pasal 27, terdapat tiga ayat. Ayat pertama berbunyi ‘Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara’.
Discussion about this post