Artikel yang ditulis oleh Tirto.id jelas telah melakukan penghakiman yang prematur terhadap postingan Dharma.
Seharusnya ada konfirmasi ulang yang dilakukan oleh Tirto.id yang paham akan kode etik jurnalistik dan dalam rangka menghormati Dharma sebagai seorang individu dan pejabat negara.
Melakukan konfirmasi merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menjaga keberimbangan karya jurnalistik. Sehingga setelah sebuah karya jurnalistik telah diterbitkan atau disebar ke publik, tidak muncul apa yang disebut sebagai penghukuman media atau trial by the press.
Sebagai sebuah media, Tirto.id seharusnya paham betul hal tersebut, sebuah karya jurnalistik yang memberitakan seseorang haruslah memiliki Cover both side agar pemberitaan tersebut menjadi lebih kredibel dan tidak terkesan framing menjatuhkan pihak tertentu .
Ah, rasanya saya percuma bercerita panjang tentang maksud dan tujuan ini, apabila batu pijak kita berbeda.
Jika penulis artikel Tirto.id memiliki waktu yang cukup, mungkin ia tidak perlu berhenti pada satu postingan itu saja. Ia harus lebih memahami maksud dan tujuan terdalam sang pemilik informasi. Apakah dengan melakukan re-checking pada jurnal ilmiah, lantas artikel Tirto.id dapat dibenarkan untuk menancapkan bendera false & misleading information pada postingan Dharma?
Saya kembali mengajak pembaca untuk melakukan kontemplasi atas kehidupan ini.
Ingatlah bahwa sejak dulu manusia senantiasa berupaya untuk mencari kepastian ketika menghadapi atau bersentuhan dengan realitas hidup yang dijalani oleh masing-masing kita.
Dharma sedang melakukan itu, ia tidak serta-merta menerima begitu saja tradisi historis yang telah terbangun kokoh hari ini.
Jika kebiasaan seperti Tirto.id ini dipelihara, saya takut bahwa ke depan, tidak ada lagi pendobrak kredo teknologi dan pada akhirnya kita hanya menerima saja tanpa mengetahui maksud dan tujuan ragam ciptaan teknologi hari-hari ini.
Apakah kelak kita hanya akan menjadi entitas yang berpangku pada metode-metode periksa fakta seperti kasus diatas? Jika opini dan pemikiran kita selalu dibenturkan dengan textbook yang secara turun-temurun menjadi asupan rutin dalam masa pendidikan, maka sejatinya iklim seperti ini sangat tidak baik.
Discussion about this post