Kemudian elektabilitas Ratu Tatu sebesar 38 persen yang melebihi angka popularitas. “Elektabilitas melebihi popularitas, sangat tidak mungkin. Ibaratnya, ada orang yang belum kenal dan tidak mengenal calon, tapi memilih calon tersebut. Belum pernah lembaga survei kredibel yang merilis data seperti ini,” tandasnya.
Analisa lainnya, pada survei tertutup elektabilitas Eki sebesar 30,8 persen, dan survei terbuka elektabilitas Eki sebesar 35,8 persen. “Elektabilitas calon pada survei terbuka biasanya lebih rendah dari survei tertutup. Sebab, pada survei terbuka, tidak disebutkan nama seluruh calon, masyarakat diminta menyebutkan sendiri. Ini terbalik, survei terbuka lebih besar dari survei tertutup, dan tidak pernah ada lembaga survei menyajikan data seperti ini,” tegasnya.
Apalagi jika dibandingkan antara popularitas dengan hasil survei terbuka. “Pada popularitas atau yang kenal dan tahu nama Eki ini mencapai 34,4 persen. Tapi yang memilih pada survei terbuka mencapai 35,8 persen. Jadi ada pemilih yang disurvei, dia tidak kenal dan tidak tahu nama Eki, tapi menyebutkan nama Eki Baihaki, itu sangat aneh,” tandasnya.
Kemudian, kata Fajar, seyogyanya ketika banyak nama dikerucutkan, maka elektabilitas calon akan naik. Pada survei terbuka dengan dengan 14 nama calon, elektabilitas Eki mencapai 30,8 persen. Namun pada simulasi 8 nama, elektabilitas Eki turun menjadi 29,2 persen. “Ini aneh, ketika dikerucutkan, angka elektabilitas Eki malah turun. Harusnya ketika ada nama yang ilang, elektabilitas Eki harusnya naik,” ujarnya.
Menurutnya, lembaga survei yang kredibel akan mudah dilakukan tracking atau pencarian di internet. Kemudian memiliki hasil survei yang bisa dipertanggungjawabkan tingkat keilmiahannya. “Mungkin ini lembaga survei yang baru, dan data-datanya sangat aneh,” ujarnya.(DZH/MUF/ENK)
Discussion about this post