Ia juga menegaskan bahwa statemen yang dilontarkan oleh beberapa pihak kepada RDI pun memiliki konsekuensi hukum. Karena, apabila RDI merasa tidak terima dengan statemen tersebut, dapat melaporkan kepada penegak hukum dengan pasal pidana pencemaran nama baik.
“RDI sendiri bisa melaporkan orang yang menyebutkan abal-abal. Apalagi sudah dinyatakan di hadapan publik semacam Facebook bahwasanya RDI adalah lembaga survey abal-abal. RDI itu bisa mengambil langkah hukum, kalau RDI-nya pun merasa keberatan dengan statement tersebut,” katanya.
Sehingga menurutnya, jika gonjang ganjing terkait survei ini terus berlanjut dan tidak ada pihak yang mengalah, permasalahan ini dapat berlanjut bukan hanya di ruang publik, melainkan juga di meja hijau. Sebab, keduanya memiliki konsekuensi pidana masing-masing.
“Ini bisa meja hijau dua-duanya, baik yang menyebut abal-abal maupun yang disebut abal-abal. Karena yang satu dapat dikenakan pidana dugaan pembohongan informasi publik, yang satunya mengenai dugaan pencemaran nama baik. Pilkada belum mulai sudah ada yang dimeja hijaukan,” tandasnya.
Sebelumnya, lembaga survei RDI yang mengunggulkan bakal calon bupati Serang Eki Baihaki pada Pilkada Kabupaten Serang, dinilai sangat diragukan. Data yang disajikan sangat aneh dan jauh dari kebiasaan lembaga survei kredibel.
Data hasil survei yang dinilai aneh tersebut sangat terlihat mulai dari sajian data popularitas hingga elektabilitas para bakal calon yang disurvei. “Dugaan saya hasil survei ini direkayasa, dan rekayasa yang dilakukan tidak hati-hati,. Sangat diragukan validatasnya,” kata peneliti Jaringan Suara Indonesia (JSI) Fajar S Tamin kepada wartawan, kemarin (23/2).
Sejumlah analisa diungkapkan Fajar. Yakin kontradiksi tingkat keterkenalan (popularitas) dengan tingkat keterpilihan (elektabilitas) para bakal calon yang disurvei. Dalam survei RDI, tingkat popularitas Eki Baihaki mencapai 34,4 persen dan Ratu Tatu Chasanah 21,4 persen. Namun saat simulasi dua nama elektabilitas Eki mencapai 52,4 persen.
Discussion about this post