TANGERANG, BANPOS – Pendidikan gratis menjadi amunisi utama Gubernur Banten Andra Soni saat berkampanye pada Pilkada 2024. Saat itu Gubernur Andra Soni, dengan narasi personal tentang perjuangannya mengatasi keterbatasan ekonomi demi pendidikan, menggambarkan dirinya sebagai penyelamat masa depan anak-anak Banten.
Lewat program “GEN ALPHA,” ia menjanjikan akses pendidikan tanpa biaya untuk SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah (MA), baik negeri maupun swasta, demi keadilan pendidikan sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo Subianto yang mengusung inklusivitas tanpa diskriminasi, baik di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) maupun Kementerian Agama (Kemenag).
Programnya menargetkan SMA, SMK, dan MA, dengan jaminan anggaran yang disebut-sebut telah disiapkan untuk tahun ajaran 2025-2026. Dukungan DPRD Banten dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pendidikan gratis menjadi amunisi tambahan untuk meyakinkan publik bahwa janji ini bukan isapan jempol.
Setahun setelah dilantik pada Februari 2025, janji manis itu terasa getir, realitas di lapangan berkata lain. Sekolah-sekolah di bawah Dinas Pendidikan, baik negeri maupun swasta, telah menikmati pembebasan biaya, dengan 811 sekolah swasta (235 SMA, 520 SMK, dan 56 SKh) terverifikasi untuk program ini. Sebaliknya, madrasah, khususnya MA swasta di bawah Kemenag, masih membebani orang tua siswa dengan SPP dan biaya operasional lainnya, menciptakan kesan diskriminasi yang mencolok.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten untuk tahun ajaran 2023/2024, terdapat 389 Madrasah Aliyah di Banten, dengan rincian 19 MA negeri dan 370 MA swasta, dengan jumlah siswa sekitar 85.000. Kabupaten Tangerang memiliki jumlah MA terbanyak (120 madrasah, sekitar 26.000 siswa), diikuti oleh Kabupaten Serang (80 madrasah, sekitar 18.000 siswa). MA Negeri, seperti MAN Insan Cendekia di Tangerang Selatan, relatif terjamin pendanaannya melalui Kemenag, tetapi MA swasta, yang menampung mayoritas siswa (sekitar 75.000 siswa atau 88% dari total siswa MA), bergantung pada SPP dan sumber dana mandiri karena minimnya subsidi pemerintah.
Discussion about this post