Oleh : PLURALISA. FD
Mahasiswa S2 Hukum Universitas Indonesia
Surat Edaran Wali Kota Serang Nomor 100/11/Pemt/SE/VII/2025 tentang Gerakan Ayah Mengantar Anak Sekolah di Hari Pertama patut diapresiasi sebagai sebuah langkah strategis sekaligus simbolik dalam memperkuat peran ayah dalam pengasuhan. Diinisiasi dalam semangat Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), kebijakan ini bukan sekadar ajakan moral, tetapi sebuah intervensi sosial yang menyasar akar dari salah satu persoalan keluarga paling serius di Indonesia saat ini, yaitu krisis figur ayah atau fatherless.
Fenomena fatherless, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis, telah menjadi epidemi tersembunyi dalam struktur keluarga modern. Indonesia, menurut beberapa laporan, termasuk negara dengan tingkat fatherless yang tinggi. Menurut data The State of the World’s Fathers (MenCare, 2019), lebih dari 50 persen anak-anak di dunia, termasuk Indonesia, mengalami minimnya keterlibatan ayah dalam aktivitas sehari-hari. Yang mengkhawatirkan, kondisi ini bukan karena ketidakhadiran fisik semata, melainkan karena absennya ayah secara emosional dan spiritual dalam kehidupan anak-anak mereka.
Di banyak keluarga urban maupun semiurban, ayah memang tinggal serumah, tetapi secara fungsional absen. Mereka lebih sibuk dengan pekerjaan, peran ekonomi, atau bahkan gawai dan media sosial. Seperti dikemukakan oleh Paul Raeburn dalam bukunya Do Fathers Matter?, peran ayah yang aktif dalam pengasuhan memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial, emosional, dan akademik anak, bahkan sejak usia dini.
Gerakan ini memang tampak sederhana, yakni ayah mengantar anak ke sekolah di hari pertama. Namun simbolismenya kuat. Ini adalah pernyataan kolektif bahwa pengasuhan bukan hanya domain perempuan. Dengan hadir secara fisik dan emosional di momen penting seperti hari pertama sekolah, seorang ayah menunjukkan keterlibatannya sebagai penjaga emosi, penanam nilai, dan sumber rasa aman bagi anak-anaknya. Penelitian oleh Lamb (2004) menegaskan bahwa keterlibatan ayah dalam kegiatan anak sehari-hari meningkatkan empati, kemampuan sosial, serta ketahanan mental anak. Hal ini juga memperkuat ikatan aman atau secure attachment yang sangat penting bagi pembentukan identitas dan kepercayaan diri anak dalam jangka panjang.
Yang menarik dari kebijakan ini adalah pendekatan komunal yang diambil oleh Wali Kota Serang. Ia tidak hanya mendorong partisipasi Aparatur Sipil Negara yang memiliki anak usia sekolah, tetapi juga mengajak mereka menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing. Artinya, kebijakan ini tidak berhenti pada ranah domestik, tetapi mencoba menjalar menjadi gerakan kultural yang lebih luas. Ini selaras dengan pendekatan masyarakat menyeluruh atau whole of society, di mana transformasi nilai tidak bisa hanya bergantung pada institusi negara atau keluarga semata, tetapi harus diperluas melalui partisipasi komunitas, sekolah, media, dan organisasi sipil.
E-Paper BANPOS Terbaru
Tantangan berikutnya adalah memastikan agar gerakan ini tidak berhenti sebagai seremoni tahunan. Gerakan ayah mengantar anak harus menjadi pintu masuk menuju transformasi budaya pengasuhan bahwa kehadiran, kepedulian, dan partisipasi ayah adalah sesuatu yang biasa dan diharapkan. Untuk itu, media lokal maupun nasional, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil harus mengambil peran aktif dalam memperkuat pesan-pesan GATI. Ini penting untuk membalik narasi lama bahwa pengasuhan adalah tugas ibu, menjadi paradigma baru bahwa pengasuhan adalah tugas orang tua.
Seperti ditegaskan oleh UNICEF dalam Father’s Day Report (2017), negara-negara dengan kebijakan ramah ayah seperti cuti ayah, pendidikan pengasuhan bersama, dan kampanye publik berhasil menurunkan angka kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan prestasi anak, dan memperkuat kohesi sosial.
Gerakan Ayah Mengantar Anak Sekolah di Kota Serang seharusnya tidak dilihat sebagai kebijakan pinggiran. Ia adalah embrio dari arah kebijakan sosial yang lebih inklusif, humanis, dan berbasis keluarga. Di tengah krisis sosial yang kian kompleks, mulai dari kekerasan remaja, kecanduan digital, hingga depresi anak muda, kehadiran figur ayah yang utuh dan terlibat dapat menjadi benteng pertama yang melindungi masa depan bangsa.
Discussion about this post