SERANG, BANPOS – Kehadiran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Provinsi Banten diharap menciptakan perputaran uang demi kesejahteraan Masyarakat Banten. Namun, PT Agrobisnis Banten Mandiri (ABM) justru menyimpan sebagian besar uangnya di dalam deposito berjangka.
Dalam laporan auditor independen yang dilampirkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LHP-LKPD) Pemprov Banten Tahun Anggaran 2024, tercatat PT ABM telah menerima kucuran modal dari Pemprov Banten sebesar Rp80 miliar.
Namun dalam perjalanannya, PT ABM justru mengendapkan sebagian dana yang dimilikinya dalam bentuk deposito berjangka.
Dalam LHP BPK disebutkan, ada 10 deposito berjangka yang nilainya mencapai Rp36,9 miliar.
Dari keseluruhan deposito itu, tujuh di antaranya disimpan di Bank Banten dengan nilai mencapai Rp29,6 miliar.
E-Paper BANPOS Terbaru
Sisanya sebesar Rp7,3 miliar tersebar di empat lembaga keuangan lain.
Menanggapi hal itu, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Hady Sutjipto, menilai deposito yang dimiliki PT ABM merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan.
Menurutnya, kondisi ini bertentangan dengan fungsi keberadaan BUMD itu sendiri.
Sebagai agen Pembangunan, kata Hady, ABM diharapkan menjadi motor penggerak untuk bisa memutar uang dalam sektor ekonomi riil.
Sebagai BUMD di sektor pertanian, berarti PT ABM harus bisa menciptakan multiplier effect seperti menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produksi pertanian atau menjaga stabilitas harga pangan.
“Nah dengan mendepositokan dana tersebut kan memang artinya membekukan potensi uang itu berputar ya meski pendapatan deposito 3 sampai 5 persen per tahun ini kan memang lebih rendah dari potensi ekonomi atau sosial jika di investasikan ke investasi ke sektor agrobisnis,” sambungnya.
Kondisi BUMD mendepositokan dananya juga menjadi kontradiktif. Karena di satu sisi perusahaan kekurangan modal, namun sisi lain menyimpan dana besar dalam bentuk deposito.
“Jadi disfungsi manajemen, jadi dana yang tersedia tidak digunakan karena ketidakmampuan manajemen dalam menyusun atau mengeksekusi proyek yang layak,” ujarnya.
Discussion about this post