JAKARTA,BANPOS – Pembangunan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall (GSW) tidak bisa dilakukan dengan pendekatan yang seragam di seluruh wilayah. Setiap daerah memiliki karakteristik dan tingkat kerentanan terhadap banjir yang berbeda, sehingga pendekatan yang diterapkan harus disesuaikan.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, dari berbagai studi Kemenko IPK dengan sejumlah stakeholders dan akademisi bisa disimpulkan bahwa yang paling visible adalah menerapkan pendekatan yang integratif.
“Tidak harus sama semuanya,” kata Menko IPK Agus di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Menko Agus menjelaskan, beberapa wilayah masih memungkinkan untuk ditangani tanpa pembangunan beton besar. Perlu digunakan solusi berbasis alam atau nature-based solutions, seperti penanaman mangrove, yang dinilai lebih ramah lingkungan dan efektif dalam kondisi tertentu.
“Ada lokasi-lokasi yang masih bisa kita tangani dengan menggunakan pendekatan natural tadi. Ada nature-based solution namanya, solusi berbasis alam. Menggunakan mangrove, menggunakan yang bukan beton,” ungkapnya.
E-Paper BANPOS Terbaru
Menko Agus mengakui, terdapat wilayah yang kerusakannya sudah sangat parah, sehingga pendekatan berbasis alam tidak lagi cukup. Untuk lokasi-lokasi tersebut, diperlukan pembangunan tanggul beton yang besar dan kuat.
“Tapi ada yang memang sudah sangat parah, artinya tidak bisa. Kita harus benar-benar membangun dinding tebal dan tinggi begitu. Tapi tidak semua. Dan ini juga kita prioritaskan mana yang paling rentan terhadap ancaman banjir,” lanjutnya.
Dia menekankan bahwa keberhasilan pembangunan GSW sangat bergantung pada perencanaan yang rapi dan menyeluruh. Pemerintah, kata dia, tidak ingin pembangunan ini berjalan lambat, mengingat pentingnya proyek ini untuk jangka panjang.
“Dan disitulah kita benar-benar harus meyakinkan blueprint-nya itu rapi benar. Kita tidak ingin lambat-lambat karena kita harus segera membangun ini karena jangka panjang ini. Ini bukan setahun-dua tahun, tapi bisa 10 tahun bahkan 20 tahun jika kita memang punya niat untuk melindungi utara Jawa secara keseluruhan,” tegasnya.