SERANG, BANPOS– Proses seleksi Sekretaris Daerah (Sekda) definitif Provinsi Banten kini memasuki fase krusial dan menuai sorotan dari berbagai pihak. Di tengah harapan publik untuk birokrasi yang bersih dan profesional, justru muncul kekhawatiran akan adanya politisasi dan tarik-menarik kepentingan yang berpotensi mencederai integritas proses seleksi tersebut.
Koordinator Penggerak Mahasiswa Pelajar Banten, Idan Wildan, dengan tegas mengingatkan seluruh pihak untuk menjaga kondusifitas dan menjunjung tinggi kompetisi yang sehat dalam seleksi Sekda. Ia mengecam adanya serangan dan tuduhan terhadap salah satu calon Sekda di tengah berlangsungnya proses seleksi yang ia nilai sarat kepentingan dan berpotensi menjadi kampanye hitam.
“Serangan mendadak kepada salah satu calon di saat proses seleksi berjalan adalah indikasi kuat adanya politisasi. Motifnya bisa bermacam-macam, tapi dampaknya jelas: menciptakan opini sesat dan menggiring hasil seleksi ke arah yang tidak sehat,” ujar Idan dalam keterangannya, Senin (2/6).
Menurutnya, praktik semacam ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap proses birokrasi, tetapi juga menodai prinsip demokrasi yang semestinya menjadi landasan tata kelola pemerintahan. Ia menyerukan keterlibatan masyarakat sipil dan media dalam mengawal proses seleksi secara objektif dan berbasis data, bukan rumor.
Sementara itu, pengamat komunikasi pembangunan dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dr. Ail Muldi, menegaskan pentingnya transparansi total dari Gubernur Banten Andra Soni dalam proses seleksi Sekda. Ia menyebut ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan: keterbukaan profil dan rekam jejak calon, kemampuan menerjemahkan visi-misi gubernur dalam RPJMD, dan kepiawaian menjalin komunikasi strategis dengan berbagai pihak.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Gubernur harus terbuka kepada publik. Jangan sampai ada kesan bahwa pemilihan Sekda didasarkan pada balas budi atau kedekatan politik. Penekanannya adalah transparansi dan objektivitas,” ujar Ail.
Ia juga menyoroti pentingnya Sekda sebagai katalisator program percepatan pembangunan, terutama karena Gubernur Andra belum memiliki pengalaman memimpin daerah sebelumnya. Dalam konteks ini, sosok Sekda harus mampu menjembatani komunikasi antara gubernur dengan publik, OPD, dan unsur Muspida.