JAKARTA, BANPOS – Presiden Jokowi kembali mengingatkan, kesempatan Indonesia untuk menjadi negara maju, ada dalam tiga kepemimpinan nasional ke depan. Menurutnya, hal ini sudah sering disampaikan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), McKinsey, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Jokowi bilang, peluang Indonesia menjadi negara maju, jelas ada. Opportunity itu ada. Tapi, tantangannya tidak gampang, tidak ringan. Butuh konsistensi, butuh keberlanjutan.
“Dari yang saya pelajari, kepemimpinan kita selama ini, ibaratnya, orang yang sudah sampai SMP, ganti pemimpin, malah balik lagi ke TK. Balik ke SD. Sehingga, selalu dimulai dari nol, seperti kita beli bensin di pom bensin. Pak dari nol, Pak. Pak, sudah nol Pak. Apa kita mau seperti itu terus?” kata Jokowi dalam acara Kompas 100 CEO Forum di Ibu Kota Nusantara, (IKN), Kamis (2/11/2023).
Kalau sudah SMP, lanjut Jokowi, kan mestinya bisa ke SMA. Masuk S1, S2, S3, S4, S5, S6. Mestinya seperti itu. Karena itu, konsistensi sangat dibutuhkan.
wi mengaku banyak belajar dari negara-negara Amerika Latin. Tahun 1950-an, 1960-an, 1970-an, sudah banyak yang menjadi negara berkembang. Tapi sampai saat ini, tak ada kemajuan. Masih jadi negara berkembang juga. Bahkan, ada yang jatuh jadi negara miskin.
“Ada satu negara yang memiliki manajemen dan tata kelola bagus, yang akhirnya sukses menciptakan lompatan. Berhasil memiliki pertumbuhan ekonomi fantastis. Yaitu Guyana. Mereka menemukan potensi minyak. Digarap swasta, bukan oleh BUMN. Tetapi difasilitasi, diatur oleh pemerintah. Itu yang benar,” tutur Jokowi.
“Kalau di sini, kadang-kadang swasta pingin ngatur,” imbuhnya, dsiambut tawa hadirin.
Saat ini, Guyana menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, Tahun 2022, ekonominya tumbuh 62 persen. Karena swasta dan pemerintah bergandengan. “Kita juga ingin seperti itu,” ucap Jokowi.
Dia pun mencontohkan Freeport, yang mengkolaborasikan pemerintah, BUMN, dan swasta. Dalam kerja sama ini, pemerintah mendapat PPh Badan, PPh Karyawan, bea ekspor, royalti, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Serta deviden sebagai hak pemegang saham, yang jumlahnya tidak sedikit.
Discussion about this post