JAKARTA, BANPOS – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berkomitmen untuk melakukan edukasi perihal perubahan cuaca dan iklim. Salah satu strateginya adalah berkolaborasi dengan Institut Hijau Indonesia dalam penyelenggaraan program pendidikan Green Leadership Indonesia (GLI).
“Generasi muda harus berperan aktif dalam upaya melestarikan lingkungan dan menyelamatkan bumi dari perubahan iklim. Indonesia butuh ide, pemikiran, sekaligus tindakan nyata yang inovatif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk menciptakan linkungan yang berkelanjutan,” tutur Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, setelah menjadi pembicara program GLI, Selasa (17/10).
GLI mengangkat tema “Pemahaman tentang Isu Perubahan Iklim Bagi Green Leaders”. Acara diikuti ratusan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia.
Pada acara tersebut disampaikan fakta bahwa kondisi bumi saat ini yang mengkhawatirkan akibat dari perubahan iklim. Tidak hanya bencana yang secara intensitas dan durasi semakin bertambah, namun juga krisis air yang juga berimbas pada berbagai sektor kehidupan. Salah satunya yang terdampak adalah sektor pertanian dimana Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi dunia akan mengalami ancaman krisis pangan pada 2050.
“Belum lama ini, India menolak rencana impor beras dari Indonesia karena tengah mengetatkan kebijakan ekspor guna memenuhi kebutuhan domestiknya. Situasi ini menggambarkan bahwa negara lain juga berupaya mengamankan stok pangan mereka. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu membuat banyak negara yang juga mengalami situasi sulit,” papar Dwikorita.
BMKG mencatat, secara keseluruhan, 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0,8 derajat celsius relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020. Tahun 2020 menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,7 derajat celsius dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,6 derajat celsius.
“Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot. World Meteorolgical Organization mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan pernuh rekor temperatur. Diantaranya adalah sepanjang Juni-Agustus menjadi 3 bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan,” ujar Dwikorta.
Discussion about this post