Sejak beberapa bulan ini, Partai Politik (Parpol) tak ubahnya perahu-perahu yang masih ngetem cari penumpang di dermaga pemilu serentak, dan KPU sebagai instansi administratur demokrasi kepemiluan masih sibuk mendata setiap parpol dan kepastian jumlah daftar manifest Bacaleg yang sudah mengantongi tiket.
Seiring itu, fenomena akrobatik dari bakal calon legislatif (Bacaleg) yang berpindah-pindah perahu partai, ini masih banyak ditemukan bermanuver ria. Ya, namanya juga game demokrasi, itu sesuatu yang dipandang wajar, kendati di balik semua itu tak sedikit meninggalkan kecewa dan ketidakpuasan.
Seorang teman penulis yang lama menjadi salah satu kader militan di sebuah Parpol mengaku dengan berat harus rela meninggalkan partainya dan hijrah menjadi Bacaleg di partai lain. Ia melakukan itu karena kecewa dengan elit partainya yang lebih memilih sosok baru yang dicalonkan partainya pada nomor andalan dengan dijadikan prioritas caleg pendulang suara, karena sosok Bacaleg itu dinilai lebih berpengaruh.
Kepada penulis ia menuturkan merasa tersisih oleh kebijakan elit parpolnya yang menurutnya sudah tak mengutamakan kader militan sepertinya, yang padahal ia sudah berjuang lama membesarkan parpol itu di daerahnya.
Selain itu, ada pula Bacaleg pendatang baru yang diperhatikan sejak awal pembukaan bursa Bacaleg yang terpantau telah lebih tiga parpol ia masuki secara pindah-pindah. Katanya sih lagi mencari partai yang pas tidak terlalu neko-neko dalam menerimanya sebagai anggota sekaligus Bacaleg, ia tak mau dibuat ribet oleh adat budaya administrasi di parpol yang ia masuki itu.
Di tempat lainnya, ada pula dijumpai politisi yang sudah memiliki jam terbang lama, lebih tiga periode, tapi ia kerap berpindah-pindah baju parpol dalam setiap perhelatan pemilu. Bagusnya, di parpol manapun ia selalu sukses meraih kursi. Karenanya, ia memandang Parpol hanya sebuah kendaraan politik saja, ia tak punya militansi utuh pada partai manapun. Menurutnya Parpol ibarat penghantar untuk meraih kursi parlemen, baju partai hanya pelengkap legalitas pekerjaan politiknya saja. Selebihnya ia mengaku tetap profesional sebagai politisi di parpol itu dan konsisten memelihara konstituennya.
Discussion about this post