SERANG, BANPOS – Warga bantaran sungai Cibanten kini harap-harap cemas. Pasalnya, rumah yang telah lama mereka diami terancam digusur oleh pihak Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian (BBWSC 3) tanpa mendapatkan kompensasi ganti rugi.
Salah seorang warga bernama Sutinah mengatakan, warga setempat sudah mengetahui jika akan ada rencana penggusuran di sepanjang bantaran sungai Cibanten.
Hanya saja, dirinya belum mendengar secara resmi sosialisasi dari pemerintah terkait rencana tersebut.
“Sudah dengar, cuman belum ada sosialisasi dari pemerintah,” ujarnya pada Jumat (29/9). Menurut penuturannya, kebanyakan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Cibanten merupakan masyarakat pribumi asli Kota Serang.
Mereka sudah puluhan tahun memanfaatkan serat mendiami lahan tersebut.
Kendati demikian, Sutinah mengaku pasrah jika rumahnya terdampak rencana penggusuran untuk keperluan pelaksanaan proyek normalisasi sungai Cibanten.
“Mau melawan enggak bisa karena kita mah numpang di tanah pengairan. Saya sudah tinggal di sini sudah 23 tahun,” ucapnya.
Meski pasrah, namu ia tetap berharap pemerintah memberikan kompensasi yang layak, agar ia dan keluarganya bisa mencari tempat tinggal baru yang layak.
Selama ini yang ia dengar, masyarakat terdampak proyek normalisasi hanya mendapatkan kompensasi jauh dari apa yang diharapkan.
Sebagai kompensasi ganti rugi, masyarakat diberi sebesar Rp2,5 juta. Tentu saja dirinya merasa keberatan dengan kompensasi sebesar itu.
Sebab, Sutinah mengaku keluarganya telah banyak mengeluarkan biaya untuk membangun rumah yang ditinggalinya itu hingga puluhan juta.
“Kalau dapat (kompensasi) Rp2,5 juta saya bakal kembalikan atau saya sedekahkan ke yatim. Anggap aja kita kalah judi,” terangnya.
Ketua RT setempat bernama Jaenal menyebutkan, ada sekitar 35 rumah warga yang terancam digusur akibat proyek normalisasi sungai Cibanten.
Ia juga menyampaikan bahwa rumah-rumah yang berdiri di sepanjang bantaran sungai Cibanten itu telah ada sejak tahun 2000 an.
Alasan mereka mendirikan bangunan di sana, menurut penuturannya, karena mereka tidak memiliki banyak uang untuk membeli lahan sendiri.
Discussion about this post