LEBAK, BANPOS – Terkait perizinan tambak udang, Dewan Pengurus Kecamatan (DPK) KNPI Malingping mendatangi Kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Ruang Laut (PRL) wilayah Serang. Aktivis KNPI Malingping ini melaporkan adanya indikasi perusahaan tambak udang yang belum mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Ketua KNPI Kecamatan Malingping, M Febi Firmansyah kepada BANPOS mengatakan telah melaporkan 12 badan usaha tambak udang yang ada di wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan (Baksel) yang dituding belum lengkap perizinannya.
“Iya ini kami telah melaporkan 12 tambak yang berada di wilayah Lebak selatan yang belum mengantongi izin PKKPRL,” ujar Febi.
Menurutnya, sebelum melakukan upaya pelaporan, pihaknya sempat melakukan aksi penyegelan di beberapa titik perusahan tambak yang diduga tidak memiliki izin PKKPRL tersebut.
Dikatakan Febi, upayanya tersebut merupakan bentuk keseriusan dalam menyikapi isu yang terjadi yang ada di daerah Kabupaten Lebak, terutama maraknya perusahaan tambak udang yang tidak taat aturan, dan malah tidak memperhatikan dampak lingkungan dan ruang publik.
“Ini bentuk keseriusan kami dalam mengawal isu yang terjadi di Lebak Selatan. Seperti yang saya katakan dulu bahwa kami sebagai pemuda tentu tidak menolak adanya investor yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Lebak Selatan, kami senang, akan tetapi tolong lengkapi perizinan tersebut jangan malah dilalaikan,” tandas Febi.
“Selain itu kita juga mengawasi dampak lingkungan yang lain diperhatikan oleh perusahaan. Termasuk ruang publik, karena sempadan pantai banyak dirampas oleh lahan tambak untuk kepentingan perusahaan dengan dalih investasi,” imbuhnya.
Pihaknya mendesak, agar persoalan tambak di Lebak ini menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah. Jangan sampai para cukong nakal yang berinvestasi usaha di wilayah pesisir Kabupaten Lebak, terus-terusan mendirikan usaha namun mengabaikan peraturan yang ada.
“Alhamdulillah berkas sudah masuk, tadi kami disambut oleh pihak Dirjen yaitu stafnya. Kami telah memaparkan temuan yang terjadi serta meminta pihak ditjen untuk segera menindaklanjuti terkait fakta yang terjadi di lapangan,” paparnya.
Sementara, terkait kisruh tambak udang di sempadan pantai Desa Pagelaran, aktivis lainnya, Deden menyebut, adanya dugaan success fee (jatah) kepada oknum aparat desa pada pembebasan lahan di salah satu tambak udang di Desa Pagelaran Baksel, yakni PT Royal Gihon Samudera (RGS).
“Kemarin kita berdemo soal tuntutan kompensasi dan keberpihakan perusahaan tambak kepada warga. Padahal kita juga tau soal adanya dugaan pemberian jatah pada pembebasan lahan tambak itu,” ungkapnya.
Senada, seorang pengelola pembebasan lahan tambak udang PT Sukses Damai Bahari (SDB) bernama Farid kepada wartawan mengungkap soal dugaan success fee hal yang sempat mencuat pada pembebasan lahan tambak.
“Saat pembebasan tambak PT SDB memberikan fee senilai Rp1.500 dari per meter tanah kepada pihak desa itu,” ungkapnya.
Adapun tanah itu dibeli dari sejumlah warga, dan digunakan oleh perusahaan PT SDB dengan luas 21 hektare.
Bahkan, terang Farid, selain dari PT SDB, pihak Desa Pagelaran pun diduga telah menerima fee pembebasan lahan juga dari perusahaan tambak PT RGS yang dibangun di lokasi yang sama.
“Nilai fee-nya sama, dari per meter tanah Rp1.500. Adapun luas lahan tambak udang PT RGS adalah 23 hektare,” katanya.
Sementara saat dikonfirmasi wartawan, Kades Pagelaran Herliawati membantah jika uang yang diterimanya itu merupakan fee ataupun gratifikasi, “Itu bukan gratifikasi, tapi bagi keuntungan hasil usaha bersama dengan pihak pengelola pembebasan lahan bernama M Ridwan,” ujarnya.(WDO/PBN)
Discussion about this post